Mbah Minah tinggal di Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas. Mata pencahariannya sebagai petani.
Minggu, 2 Agustus 2009, sekitar pukul 13.00 WIB, Mbah Minah mengambil 3 (tiga) buah kakao dengan cara memetik dari pohon pada perkebunan PT Rumpun Sari Antan. Perbuatan tersebut diketahui oleh mandor Tarno bin Sumanto dan Rajiwan.
Mengaku salah, Mbah Minah meminta maaf. Namun, sepekan kemudian, ia diperiksa polisi di Polsek Ajibarang, hingga kemudian diadili di Pengadilan Negeri Purwokerto sebagaimana tersebut dalam Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 247/Pid.B/2009/PN.PWT.
Mbah Minah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur Pasal 362 KUHP. Ia dijatuhi vonis pidana penjara satu bulan 15 (lima belas) hari dengan masa percobaan 3 (tiga) bulan
Ketua Majelis Hakim pada perkara tersebut berujar, “Seharusnya dalam persidangan, hakim harus kelihatan tegar dan netral. Tetapi perasaan saya terharu. Ibu setua itu mencuri bibit karena keterpaksaan luar biasa. Jadi saya ingat ibu saya sendiri.”(Putro 2011, 171).
Di dalam persidangan tersebut, tidak dijumpai hal-hal yang memberatkan pada terdakwa Mbah Minah. Sebaliknya, terungkap hal-hal yang meringankan, yaitu: (1) terdakwa Mbah Minah lanjut usia; (2) terdakwa Mbah Minah adalah petani tua, yang tidak punya apa-apa; (3) tiga buah kakao sangatlah berarti bagi petani Mbah Minah buat benih untuk ditanam lagi, sedangkan dari sisi perusahaan perkebunan tidaklah merugi; (4) semangat terdakwa Mbah Minah haruslah diapresiasi menghadiri persidangan tepat waktu meski letih dan tertatih; dan (5) peristiwa mengambil 3 (tiga) kako, bagi Mbah Minah selaku terdakwa, merupakan hukuman baginya, mengganggu ketenangan jiwa, melukai hati, menguras tenaga dan harta, serta memuat keropos jiwa raga.
Hukum Progresif
Keadaan hukum secara makro tidak menyejahterakan dan membahagiakan rakyat. Kejujuran, empati, dan dedikasi dalam menjalankan hukum menjadi sesuatu yang makin langka dan mahal. Akibatnya, mafia peradilan, komersialisasi, dan komodifikasi hukum semakin marak dalam setting Indonesia akhir abad ke-20.
Paradigma positivisme dianggap kurang mampu mewujudkan keadilan substansial, karena cenderung membawa kita menjadi tawanan undang-undang. Pun, pengaruh kolonialisme yang mencengkeram dengan hebatnya. Akibatnya, penegakan hukum di Indonesia masih cenderung legal-formalistik dan penegak hukum menggunakan “kacamata kuda” untuk menegakkan hukum di masyarakat.
Adalah Satjipto Rahardjo yang meletakkan pondasi kerangka konseptual tentang hukum progresif yang kemudian dipopulerkan dan digemakan oleh murid-muridnya (kaum Tjipian) di berbagai tempat dan kesempatan. Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro tersebut dilahirkan di Banyumas, 5 Desember 1930 dan meninggal dunia pada tanggal 8 Januari 2010 (dalam usia 79 tahun).
Istilah “Hukum Progresif” digunakan oleh Satjipto Rahardjo pertama kali dalam artikelnya yang dimuat harian Kompas edisi 15 Juni 2002 dengan judul “Indonesia Butuhkan Penegakan Hukum Progresif”. Kata “progesif” sendiri berarti “ke arah kemajuan”. Penggunaan kata “progresif” dapat dimaknai sebagai pandangan yang humanis dan membebaskan. Hukum progresif menawarkan perspektif, spirit, dan cara baru mengatasi “kelumpuhan hukum” di Indonesia.
Di dalam berbagai referensi yang membahas tentang hukum progresif, paling tidak ada 4 (empat) ciri dan cara berhukum progresif. Pertama, hukum itu untuk manusia. Kelahiran hukum itu untuk harga diri, kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemuliaan manusia. Apabila ada masalah dalam hukum, maka hukum itu yang harus ditinjau, bukan manusia yang dipaksakan dalam skema hukum.
Kedua, hukum bukan merupakan institusi mutlak dan final (status quo), karena hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi (law as a process, law in the making). Hukum akan terus bergerak, berubah, dan mengikuti dinamika kehidupan manusia.
Ketiga, hukum sebagai aspek peraturan dan perilaku. Peraturan akan membangun sistem hukum positif, sedangkan perilaku (manusia) akan menggerakkan peraturan itu. Aspek perilaku berada di atas aspek peraturan.
Keempat, hukum sebagai ajaran pembebasan dari tipe, cara berpikir, asas, dan teori legal-positivistik. Pembebasan tersebut memunculkan kreativitas dan inovasi dengan tetap mengedepankan logika kepatutan sosial, keadilan, dan moralitas. Cara berhukum yang ditunjukkan tidak hanya tekstual, tetapi juga melakukan proses pencarian terhadap makna yang tersembunyi di balik teks yang hidup dalam masyarakat (kontekstual).
Membaca Hukum Pidana Progresif
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP dapat dikatakan sebagai kebijakan hukum pidana yang progresif. Di dalam Pasal 2, misalnya, apabila nilai barang atau uang tidak lebih dari Rp 2,5 juta, pemeriksaan dilakukan oleh hakim tunggal dengan acara pemeriksaan cepat dan tidak menetapkan penahanan atau perpanjangan penahanan.
Perma tersebut terbit sebagai respon terhadap banyaknya perkara pencurian dengan nilai barang yang kecil yang diadili di pengadilan dan mendapatkan sorotan masyarakat. Selain dipandang masyarakat tidak adil, mengadili perkara pencurian ringan juga membebani pengadilan, baik dari segi anggaran maupun persepsi publik terhadap pengadilan.
Setelah itu, banyak bermunculan kebijakan yang berorientasi pada pendekatan restorative justice dalam menyelesaikan perkara pidana. Penggunaan pendekatan tersebut dalam menyelesaikan perkara pidana di luar pengadilan merupakan suatu upaya progresif menembus dinding hukum acara pidana yang sangat formalistik.
Di antaranya, pertama, Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam Penyelesaian Perkara Pidana, yang dikeluarkan pada tanggal 27 Juli 2018. Kedua, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, yang ditetapkan pada tanggal 4 Oktober 2019.
Ketiga, Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, yang ditetapkan pada tanggal 21 Juli 2020 dan diundangkan pada tanggal 22 Juli 2020. Keempat, Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakukan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice), yang ditetapkan pada tanggal 22 Desember 2020.
Di dalam berbagai praktik penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan, muncul juga mediasi penal. Mediasi penal dapat diposisikan sebagai alternatif dalam penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan restorative justice. Posisi yang disematkan kepada mediasi penal tersebut mengingat dan untuk menjawab persoalan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
Dengan demikian, hukum pidana progresif dapat dibaca sebagai pembaruan hukum pidana yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk menemukan sendiri bagaimana keadilan itu ditegakkan. Artinya, tidak hanya pengadilan saja yang berwenang mengadili dan memutus suatu perkara pidana.
-
Terbit di website Lembaga Studi Hukum Pidana, 28 Februari 2021. Klik di sini.
data yang disajikan jelas dan dapat di pahami, sehingga para pembaca artikel ini mudah menerima apa yang hendak di sampaikan oleh penulis seolah ikut melakukan penelitian dan penyajian penulisan sesuai dengan topik yang di bahas. Ciri dan cara berhukum progresif dituliskan dengan membagi bagiannya sebagai paragraf, dengan membaca secara runtun isi artikel, dapat dibaca hukum progresif sebagai pembaruan hukum pidana yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk menemukan sendiri bagaimana keadilan itu ditegakkan.
BalasHapusbelladonna inge valenci
hukum pidana HTN C
23303007
AURELYA REGITA SHAFARA
BalasHapushukum pidana htn C / 23303011
kasus Mbah Minah menunjukkan kompleksitas dalam penegakan hukum, di mana aspek-aspek seperti keadaan ekonomi, usia, dan niat pelaku perlu dipertimbangkan dalam proses hukum. Hal ini menggambarkan pentingnya pendekatan hukum yang lebih humanis dan mempertimbangkan konteks sosial serta kebutuhan keadilan substansial.
Selain itu, konsep hukum progresif yang diperkenalkan oleh Satjipto Rahardjo memberikan pandangan baru dalam penegakan hukum, di mana hukum tidak hanya dipandang sebagai aturan yang kaku, tetapi juga harus mampu menyesuaikan diri dengan dinamika kehidupan masyarakat dan mengutamakan keadilan serta kemanusiaan.
Dengan adanya kebijakan hukum progresif seperti yang disebutkan dalam artikel, seperti penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan pendekatan restorative justice, diharapkan dapat memberikan ruang bagi keadilan yang lebih holistik dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat secara lebih luas.
Artikel ini membahas konsep hukum progresif, khususnya dalam konteks hukum pidana di Indonesia, sebagai solusi untuk mengatasi kelemahan sistem hukum yang berlaku. menyoroti ketidakadilan dan ketidakpuasan publik terhadap sistem hukum di Indonesia, yang ditandai dengan kasus-kasus pelanggaran hukum yang tidak terselesaikan dengan baik. Prof. Satjipto Rahardjo memperkenalkan konsep hukum progresif sebagai alternatif untuk mengatasi masalah ini. Hukum progresif menekankan pada keadilan substansial, kemanfaatan, dan perubahan sosial. mencontohkan beberapa kebijakan hukum pidana yang progresif, seperti Perma Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan, penerapan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara pidana, mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana. Kasus mbah Minah, seorang petani tua yang dihukum karena mencuri tiga buah kakao, untuk menggambarkan ketidakadilan dalam sistem hukum.
BalasHapusArtikel ini menggambarkan fenomena "kelumpuhan hukum" di Indonesia, yang ditandai dengan legal-formalisme, komodifikasi hukum, dan kurangnya empati dalam penegakan hukum. Mendorong pembaca untuk memahami konsep hukum progresif sebagai upaya pembaruan hukum pidana yang lebih adil dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Rosita Putri Noviana, hukum pidana kelas C (23303056)
BalasHapusArtikel ini berbicara tentang pendekatan baru yang bisa membuat sistem peradilan pidana Indonesia lebih manusiawi yaitu melalui mediasi penal. Mediasi ini memberi kesempatan bagi korban dan pelaku untuk duduk bersama dan mencari jalan keluar yang saling menguntungkan, alih-alih hanya berfokus pada hukuman. Pendekatan ini lebih menekankan pada pemulihan hubungan, bukan sekadar pembalasan, dan ini memberi harapan agar keadilan bisa lebih menyentuh hati dan bukan hanya sekedar aturan yang kaku.
Hukum pidana progresif, yang dibahas dalam artikel ini merupakan konsep yang berusaha membuat hukum lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat sekarang. Alih-alih hanya mengandalkan pengadilan untuk mencari keadilan, hukum pidana progresif memberi ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam penyelesaian perkara, dengan cara yang lebih humanis. Ini memberi kesempatan bagi korban dan pelaku untuk bersama-sama mencari solusi yang lebih adil dan menyembuhkan, bukan sekadar menghukum.
Penerapan mediasi penal juga bisa menjadi cara bagi pelaku untuk bertanggung jawab atas perbuatannya tanpa harus terjebak dalam sistem hukuman yang panjang dan menyakitkan. Ini membuka kesempatan bagi proses pemulihan, agar pelaku bisa kembali berintegrasi dengan masyarakat. Tentu saja, ini membutuhkan perubahan pola pikir dari aparat penegak hukum dan masyarakat, agar pendekatan ini bisa diterima dengan baik.
Mukammal (23301003), Hukum Pidana C.
BalasHapusSecara keseluruhan memberikan wawasan tambahan bagi kami Mahasiswa, tentu harapannya kita kedepannya betul-betul memperhatikan langkah hukum. Sehingga tidak ada lagi masyarakat yang seenaknya diberikan hukuman tanpa adanya pertimbangan mengapa perbuatan itu dilakukan.
Nala Hibatun N (23303041)
BalasHapusHukum Pidana C
Kasus ini menunjukkan betapa ironisnya ketika hukum yang seharusnya melindungi masyarakat justru terasa keras dan tidak berperasaan, terutama ketika diterapkan secara kaku. Saya merasa prihatin bahwa seorang petani tua seperti Mbah Minah, yang hanya mengambil tiga buah kakao karena keterdesakan hidup, harus menjalani proses hukum yang menguras tenaga dan emosi.
Sebagai pembaca, saya juga melihat bahwa artikel ini menggarisbawahi perlunya pendekatan hukum yang lebih humanis dan kontekstual. Hukum Progresif yang diusulkan oleh Satjipto Rahardjo tampaknya menjadi jawaban yang tepat, di mana keadilan dilihat tidak hanya dari sisi aturan tertulis, tetapi juga dari sisi kemanusiaan dan kepatutan sosial.
Riyando Ginarsyah ( 23303034 )
BalasHapusHukum Pidana C
Kasus Mbah Minah mencerminkan ketegangan antara hukum legal-formalistik dan upaya untuk menegakkan keadilan substantif. Mbah Minah, seorang petani tua yang mengambil tiga buah kakao karena kebutuhan pribadi, seharusnya dipahami dalam konteks kemanusiaan, bukan semata-mata berdasarkan penerapan pasal hukum yang kaku. Dari perspektif hukum progresif, kasus ini memberikan beberapa catatan penting:
Hukum untuk Manusia : Hukum progresif menegaskan bahwa hukum ada untuk manusia, bukan sebaliknya. Pasal 362 KUHP dalam kasus ini mencerminkan pendekatan legal-formalistik yang mengabaikan aspek kemanusiaan.
Konteks Kemanusiaan dan Kehidupan Sosial : Kasus ini menunjukkan bagaimana hukum bisa menjadi "kejam" jika tidak memahami konteks kehidupan masyarakat kecil.
Pentingnya Pendekatan Restorative Justice : Restorative justice, yang mengedepankan penyelesaian konflik secara damai dan menguntungkan semua pihak, adalah pendekatan yang lebih tepat dalam kasus seperti ini.
Kritik terhadap Positivisme Hukum : Paradigma positivisme hukum, yang menekankan penerapan hukum berdasarkan teks tanpa melihat konteks, terbukti tidak memadai untuk mewujudkan keadilan.
Hukum Progresif sebagai Solusi : Satjipto Rahardjo menawarkan paradigma hukum progresif yang melihat hukum sebagai alat untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan manusia.
Rekomendasi ke Depan : Implementasi Restorative Justice, Peningkatan Kesadaran Penegak Hukum, Reformasi Hukum.
Gading Akbar Rafsanjani (23303029)
BalasHapusHukum Pidana C
Tulisan di atas memberikan gambaran yang komprehensif mengenai perkembangan hukum pidana progresif di Indonesia, khususnya dalam konteks penerapan Perma Nomor 2 Tahun 2012 dan pendekatan restorative justice. Langkah-langkah ini menunjukkan adanya upaya serius untuk membuat sistem peradilan pidana lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan lebih efektif dalam menyelesaikan perkara.
Penerapan Perma Nomor 2 Tahun 2012 serta berbagai peraturan dan kebijakan yang mendukung restorative justice merupakan bukti bahwa hukum pidana di Indonesia tidaklah statis. Hukum terus berkembang dan beradaptasi dengan dinamika sosial yang terjadi. Pendekatan restorative justice, dengan fokus pada pemulihan kerugian dan rekonsiliasi antara pelaku dan korban, menawarkan alternatif yang lebih manusiawi dibandingkan dengan pendekatan retributif yang semata-mata mengedepankan pembalasan
Secara mendasar kami juga turut prihatin atas fenomena-fenomena dalam dunia Hukum Indonesia, sudah menjadi rahasia umum bahwa keadilan adalah sebuah komoditas yang bisa didapatkan oleh kaum elit yang memiliki kuasa berpondasi ekonomi.
BalasHapusDalam pandangan kasat mata keberadaan Hukum beserta pirantinya di Indonesia belum bisa menciptakan keadilan substantif.
Seharusnya perlu diadakan kajian yang kemudian diiringi dengan implementasi yang bersudut pandang pada keadilan substantif bersama moralitas karena secara teoritik Hukum adalah sebuah sistem untuk mencapai keadilan, bahkan dalam Dogma Agama pun posisi hukum menjadi sebuah harmoni mencapai keindahan hidup.
Prof. Mahfud MD bahkan pernah memberi keterangan dalam sebuah Podcast, beliau berujar jika tidak karena sangat terpaksa jangan berperkara di pengadilan. Sangat miris hingga seorang eks ketua MK berpendapat demikian.
Semoga kita dapat melihat sistem Hukum yang memandang luas keadilan.
Nama : Sanabilul Fahmi
NIM : 23303021
Prodi : Hukum Tata Negara
Kelas : Hukum Pidana C
Sudah sepatutnya melihat suatu tindakan bukan hanya pada perbuatannya saja, tetapi juga harus melihat alasan-alasan atau latar belakang dari sebuah perbuatan, yang mana alasan-alasan tersebut bisa meringankan hukuman atau bahkan memberatkan. Mbah Minah contohnya, yang memiliki banyak alasan yang meringankan.
BalasHapusDengan menerapkan hukum progresif, dengan mengutamakan keadilan substantif maka itu adalah upaya untuk menuju hukum yang lebih humanis. Dan hal ini tertuang pada perma No.2 Tahun 2012 dan pengimplementasian pendekatan restorative justice. Pendekatan ini terlihat pada mediasi penal dan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Nama: M. Mahbub Abdul Bari
NIM: 23303015
Prodi: Hukum Tata Negara
Kelas: Hukum pidana C
Nama: Siska Intan Aulia
BalasHapusNIM: 23303006
Artikel ini membahas konsep hukum pidana progresif yang menekankan bahwa hukum seharusnya berfungsi untuk melayani manusia, bukan sebaliknya. Pendekatan ini, yang diperkenalkan oleh Satjipto Rahardjo, mengajak penegak hukum untuk lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan menekankan keadilan serta moralitas dalam penegakan hukum.
Saran untuk artikel ini adalah menambahkan lebih banyak contoh konkret penerapan hukum progresif, serta membahas tantangan yang dihadapi dalam implementasinya. Kritiknya, artikel dapat lebih mendalam dalam menjelaskan perbedaan antara hukum progresif dan positivisme, agar pembaca mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif. akan tetapi artikel ini sangat mudah dipahami saya sebagai pembaca.
Nama: Nurul Laila
BalasHapusNim :23303008
Artikel ini memberikan wawasan penting tentang hukum progresif, tetapi ada beberapa kritik yang dapat diberikan yaitu Meskipun menjelaskan masalah dalam penegakan hukum, artikel kurang menawarkan solusi konkret untuk implementasi hukum progresif di lapangan.
Penjelasan mengenai kebijakan restorative justice perlu lebih mendalam, termasuk contoh nyata penerapannya dan tantangan yang dihadapi.
Secara keseluruhan, artikel ini memberikan dasar yang baik tetapi bisa lebih mendalam dan praktis dalam menawarkan solusi.
Nama : Achmal Maulana Zulkarnain
BalasHapusNIM : 23303013
Hukum progresif lebih menguntungkan manusia, bukan hanya soal aturan di atas kertas(peraturan tertulis) . Contohnqy yang ada di artikel , Perma Nomor 2 Tahun 2012, yang bikin kasus-kasus kecil kayak pencurian receh tidak perlu buang waktu di pengadilan. Praktis kan?
Terus, ada juga pendekatan keadilan restoratif. Ini lebih fokus pada perdamaian dan memperbaiki keadaan, bukan hanya sekedar memberikan hukuman. Malah ada mediasi yang menimbulkan masalah pidana bisa kelar dengan cara damai. Jadi, hukum progresif ngajak kita buat percaya keadilan itu dari sisi manusia, bukan sekedar ngejalanin aturan aja.
Saya Dina Salma Nor Farikhah sebagai mahasiswa prodi hukum tata negara merasa miris atas kasus yang terjadi pada mbah Minah, melihat kasus tersebut dalam proses penegakan hukum, hakim tidak seharusnya hanya memutuskan terdakwa dengan menggunakan legal formalistik atau dengan menggunakan kaca mata kuda saja, yang mana hakim harus melihat bagaimana putusan yang diberikan dapat memberikan kemaslahatan kepada terdakwa mengingat dalam persidangan Di dalam persidangan tersebut, tidak dijumpai hal-hal yang memberatkan pada terdakwa pada Mbah Minah. Sebaliknya, terungkap hal-hal yang meringankan, yaitu: (1) terdakwa Mbah Minah lanjut usia; (2) terdakwa Mbah Minah adalah petani tua, yang tidak punya apa-apa; (3) tiga buah kakao sangatlah berarti bagi petani Mbah Minah buat benih untuk ditanam lagi, sedangkan dari sisi perusahaan perkebunan tidaklah merugi; (4) semangat terdakwa Mbah Minah haruslah diapresiasi menghadiri persidangan tepat waktu meski letih dan tertatih; dan (5) peristiwa mengambil 3 (tiga) kako, bagi Mbah Minah selaku terdakwa, merupakan hukuman baginya, mengganggu ketenangan jiwa, melukai hati, menguras tenaga dan harta, serta memuat keropos jiwa raga.
BalasHapusKalau kita lihat putusan hakim tersebut tidak menjunjung *Hak Asasi Manusia*, karena merenggut ketenangan jiwa raga, dan mental yang mana hal tersebut seharusnya didapat oleh beliau di saat umurnya sudah tua.
Meskipun terdapat restoratif justice dalam penyelesaian tindak pidana yang bersifat ringan, nyatanya pada kasus ini restoratif justice tidak di implementasikan.
NAMA : NADIA ANTIKA RAHMADANI
BalasHapusNIM : 23303035
KELAS : HUKUM PIDANA (HTN C)
Sebagai salah satu Mahasiswi Hukum Tata Negara, dan warga negara Republik Indonesia. Saya cukup prihatin dengan peristiwa yang menimpa Mbah Minah, inilah salah satu contoh bentuk kekurangan dari Hukum yang ada di negara kita yang tercinta ini, Indonesia. Seharusnya hukum lebih bijak dalam mengambil keputusan, dengan adanya kasus ini tidak seharusnya Mbah Minah dijatuhi hukuman, dikarenakan sebelumnya Mbah Minah sudah memohon maaf dan mengakui kesalahannya. Dengan adanya penjelasan dan pengakuan dari Mbah Minah sendiri, seharusnya hukum itu sudah bisa mempertimbangkan keringanan sebagaimana yang telah disebut di atas. Menurut Pandangan Saya,, dalam kasus ini sama saja hukum dapat dikatakan tidak tepat sasaran. Karena apa, hukum disini sama saja melindungi pihak yang tidak manusiawi, bagaikan suatu bentuk penindasan terhadap rakyat kecil, bayangkan saja hanya dengan " 3 buah kakao" hukum membutakan mata dan pikiran seakan-akan hal yang dilakukan Mbah Minah adalah suatu bentuk kejahatan yang sangat fatal.
Saya harap, dengan adanya peristiwa seperti ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua, khususnya sebagai manusia yang hidup berdampingan agar tidak semena-mena mengambil keputusan. Dan saya mendukung penuh adanya Mujaddid atau pembaharu yang berani bersuara seperti Prof. Satjipto Rahardjo. Sekian Terimakasih, bila ada salah dan kekurangan harap dimaklumi.🙏🏻
SALAM NKRI🇮🇩
Nama : novel haikal
BalasHapusNim. : 23303061
Apa tadi yang sudah di ceritakan soal kasus mbah minah, adalah suatu yang keitanya di mana apakah hukum yang berlaku sudah memenuhi kriteria yang sudah sesuai berdasarkan norma dan keadilan yang sesuai porsinya, dalam suatu negara atau kasus yang ada di negara kita memang sudah sesuai dengan hukum positive, penegakan wajib dan melalui hukum positif atau produk hukum yang ada untuk menyelesaikan titik temu suatu kasus yang harus di selesaikan dgn hukum, atau melalui mediasi, namun apakah hal tersebut sudah sesuai dgn norma dan tercapainya kemaslahatan yang sesuai, dgn latar belakang dan kondisi tertetentu, mungkin dalam suatu kasus ini sangat rumit, dan hsrus menjalankan hukum positive yang ada, di sisi lain masih banyak upaya melalui berbagai hal atau cara, untuk mencapai keadilan dan kemaslahatan yang ada dalam hukum positive, contohnya setau saya munkin dgn upaya menggunakan beberapa upaya untuk mendapatkan apa yang kita harapkan seperti, keringanan atau penghapusan suatu pidana dgn landasan2 tertentu dan bagimana hukum ini mencapai keadilan dan kemaslahatan.
Saya MOHAMMAD FATHUR ROHMAN SHODIQ sebagai mahasiswa prodi HTN. Bahwa restoratif justice sangatlah berpengaruh pada masyarakat. Contohnya seperti apa yang di sampaikan di dalam artikel tersebut, jadi restoratif justice saya artikan bagaimana masyarakat menanggapi hukum yang tidak layak bagi pelaku hukuman tersebut. Contohnya seperti kasusnya mbah minah yang di mana beliau di hukum karena mencuri kakao. Secara beliau sudah tua dan harus bertahan hidup oleh apa yang ia miliki, seharusnya bisa menafsirkan kenapa mbah marni nisa mencuri kakao tersebut, lalu apakah pantas jika mbah minah di tindak pidana, padahal kan pemilik usaha tersebut harusnya tidak merasa rugi apalagi mbah minah cuma mengambil isi dari buah itu. Jadi solusi yang tepat ialah melihat siapa yang di hukum dan selanjutnya bagi penegaka hukum seperti hakim perlu di awasi agar tidak ada intervensi, sehingga tidak menyebabkan hal itu terjadi. Bisa di katakan hal tersebut terjadi karena adanya campur tangan antara hakim dan petinggi dari PT itu.
BalasHapusKata-kata untuk artikel ini.
Manusia tidak akan bisa saling mengerti tentang perasaan, jika mereka tidak merasakan penderitaan yang sama.
Nama : moh fiskal a'raaf
BalasHapus23303005
Seobyektif apapun paham positivisme dalam hukum, akan luruh dengan kompromistik "under table", resistensi dan resileinesi aparatus hukum yang gagah dalam teori tetapi lemah dalam moral akan melahirkan kecacatan justice, dimana hukum diimbangi ambingkan dalam oportuniyas kepentingan.
Pendekatan hukum pidana progresif melalui restorative justice /pembaruan penting yang mengedepankan keadilan, kemanusiaan, dan peran aktif masyarakat. Kebijakan ini, seperti Perma No. 2 Tahun 2012, bertujuan meringankan beban sistem peradilan dan memberi solusi damai dalam perkara ringan.
BalasHapusNamun, implementasinya memerlukan:
1. Konsistensi dan pengawasan dalam pelaksanaan oleh aparat hukum.
2. Keseimbangan antara kepentingan korban dan efektivitas penyelesaian.
3. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan masyarakat.
Jika diterapkan dengan baik, hukum pidana progresif dapat menciptakan keadilan substantif dan memperbaiki sistem peradilan pidana.
Nama : Sulton A'mal
23303066
Nama: Putri Navy H
BalasHapusKelas: HTN C
nim: 23303017
Di dalam artikel ini menjelaskan tentang hukum pidana progresif yang dimana dalam hal ini dapat diposisikan dengan pendekatan restorative justice, dalam hal ini untuk memgingat dan menjawab tentang persoalan dalam sistem peradilan di Indonesia,dapat dipahami sebagai pembaruan yang tidak hanya fokus pada aspek hukum formal, tetapi juga pada bagaimana keadilan dapat ditegakkan secara lebih komprehensif dan inklusif. Dalam Pendekatan ini juga mengajak semua pihak untuk berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan harmonis.
Kasus Mbah Minah mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh sistem hukum pidana di Indonesia, terutama dalam konteks penerapan hukum progresif.
BalasHapus-Kasus Mbah Minah: Kasus ini menunjukkan bagaimana ketidakadilan sosial dan kondisi ekonomi dapat mempengaruhi tindakan individu. Mbah Minah melakukan tindakan kriminal bukan karena niat jahat, tetapi karena kebutuhan yang mendesak. Hal ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan hukum yang memperhatikan konteks sosial dan kemanusiaan. Dalam hal ini, sistem hukum harus berfungsi tidak hanya untuk menghukum, tetapi juga untuk memahami dan merespons kondisi yang mendorong perilaku tersebut.
-Hukum Progresif: Konsep hukum progresif, seperti yang dipopulerkan oleh Satjipto Rahardjo, menekankan bahwa hukum harus berorientasi pada manusia dan keadilan. Hukum progresif bertujuan untuk mengatasi “kelumpuhan hukum” dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas, serta mengutamakan aspek perilaku di atas peraturan yang kaku. Dalam konteks kasus Mbah Minah, penerapan hukum progresif dapat memberikan ruang bagi hakim untuk mempertimbangkan latar belakang pelaku sosial dan mencari solusi yang lebih adil, alih-alih hanya menjatuhkan hukuman.
-Membaca Hukum Progresif: Dalam membaca hukum progresif, penting untuk memahami bahwa hukum bukanlah institusi yang statis, melainkan suatu proses yang terus berkembang. Hal ini berarti bahwa hukum harus dapat beradaptasi dengan dinamika kehidupan masyarakat. Misalnya, Peraturan Mahkamah Agung tentang penanganan tindak pidana ringan menunjukkan langkah progresif dalam merespons situasi sosial yang ada, dengan mengedepankan penyelesaian yang lebih cepat dan efisien tanpa mengorbankan keadilan. Pendekatan ini menandakan bahwa sistem hukum dapat berfungsi lebih baik ketika fokus pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat, bukan sekedar penegakan aturan.
Nama: Maulana Aji Setia Asmaradanu
Nim: 23303019
Matkul: Hukum Pidana
Nama:Ika Ainul Hidayah
BalasHapusNIM: 23303037
sebelumnya saya akan meminta maaf untuk keterlambatan saya dalam memberikan komentar ini. menurut saya untuk kasus mbah minah yang diselamatkan oleh sebuah aturan salah satunya karena usia dan dia sudah seharusnya dia menghadiri persidangan karena dialah sebagai tersangka. seperti kasus mbah minah dengan contoh lain dan aturan dan penjelasan yang telah disampaikan mbah minah mbah minah mendapatkan kebahagian dan keringanan. sedangkan untuk hukum progresif sendiri menurut saya sudah tepat dengan contoh yang terkait dengan pengertian yang telah disampaikan dan dipaparkan dalam paragraf tersebut.