Tentang Filsafat Hukum
Filsafat hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar dari hukum[1], yang tidak terjawab oleh ilmu hukum[2]. Jumlah pertanyaan itu tak terhingga banyaknya.[3]
Filsafat hukum merupakan refleksi tentang hukum yang mempermasalahkan hukum dari pelbagai pertanyaan yang mendasar, misalnya: (1) Apakah hakikat hukum itu?; (2) Apa dasar-dasar mengikatnya hukum?; (3) Mengapa hukum berlaku umum?; atau Bagaimana hubungan hukum dengan kekuasaan, moral, dan keadilan?[4] Mengingat filsafat hukum merupakan ruang lingkup dalam studi hukum, ia akan melakukan penyidikan yang lebih mendalam untuk mengetahui bagian dalam dari hukum itu sendiri.[5]
Filsafat hukum berusaha mengungkapkan hakikat hukum dengan menemukan landasan terdalam dari keberadaan hukum sejauh yang mampu dijangkau akal budi manusia. Objek formalnya adalah hukum dipandang dari dua pertanyaan fundamental yang saling berkaitan (dwitunggal pertanyaan inti). Pertanyaan tersebut sudah tergantung masalah tujuan hukum, hubungan hukum dan kekuasaan, serta hubungan hukum dan moral.[6]
Ada 3 (tiga) manfaat adanya filsafat hukum. Pertama, membangun argumentasi oleh para pihak yang mengadakan hubungan hukum atau bersengketa. Kedua, dasar pemikiran pengambilan keputusan oleh penyelenggara negara, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudisial. Ketiga, landasan membangun konsep hukum.[7]
Tentang Politik Hukum
Ilmu hukum cenderung kaku dan kering. Ilmu hukum diarahkan pada cara untuk mencapai tujuan. Di sisi yang lain, filsafat hukum sifatnya spekulatif dan abstrak. Filsafat hukum diarahkan untuk melihat tujuan yang diinginkan.[8] Proses interplay antara “cara untuk mencapai tujuan” dan “melihat tujuan yang diinginkan” itulah kemudian yang melahirkan politik hukum.
Politik hukum dalam disiplin hukum bergerak pada tataran etik dan teknik kegiatan pembentukan dan penemuan hukum.[9] Politik hukum diarahkan untuk melihat sejauh mana hukum yang dibentuk memiliki nilai guna dan gerak dalam proses transformasi masyarakat yang diinginkan. Politik hukum berbicara pada tataran empiris-fungsional dengan menggunakan metode teleologis-konstruktif.[10]
Secara etimologis, politik hukum secara singkat berarti kebijaksanaan hukum.[11] Sementara itu, secara terminologis, sesuai dengan beberapa literatur yang ada, politik hukum adalah strategi yang sistematis, terinci, dan mendasar dari penyelenggara negara untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang akan berlaku pada masa mendatang sekaligus mengevaluasi yang sedang berlaku pada masa sekarang yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.
Menurut Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, ruang lingkup atau wilayah kajian politik hukum adalah: (1) proses penggalian nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum; (2) proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut ke dalam bentuk sebuah rancangan peraturan perundang-undangan oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum; (3) penyelenggara negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum; (4) peraturan perundang-undangan yang memuat politik hukum; (5) faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum, baik yang akan, sedang, dan telah ditetapkan; dan (6) pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang merupakan implementasi dari politik hukum suatu negara.[12]
Dengan adanya politik hukum, penyelenggara negara mampu menggali nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi yang berkembang dalam masyarakat untuk membentuk maupun mengevaluasi peraturan perundang-undangan. Dengan keadaan demikian, masyarakat diharapkan mampu untuk memberikan kritik maupun saran kepada penyelenggara negara.
Dengan adanya politik hukum, penyelenggara negara mampu membentuk dan mengevaluasi peraturan perundang-undangan yang diserap dari penggalian terhadap nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Dengan keadaan demikian, peraturan perundang-undangan yang dibentuk dan dievaluasi diharapkan selaras dengan eksistensi masyarakat.
-
Disampaikan dalam "Klinik Hukum" yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Advokasi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri, Kediri, 29 Juli 2021.
Tidak ada komentar
Posting Komentar