Kamis, 19 Maret 2015

Pembegalan, Kegagalan Kebijakan Pemidanaan

Kejahatan jalanan kembali marak di negeri tercinta ini. Begal namanya. Aksi itu telah membuat keamanan dan kenyamanan masyarakat terancam. Pelaku kejahatan yang dalam melancarkan aksinya selalu berkelompok itu tak segan-segan untuk menyakiti korbannya. Bahkan, ada sampai yang meregang nyawa.

Jawa Pos (1/3) memberitakan, kejahatan yang disebut kalangan kepolisian masuk kategori pencurian dengan kekerasan (curas) itu selalu tinggi. Pada 2014 yang lalu, di Surabaya saja, ada 268 laporan kasus pembegalan. Kini, sampai 27 Februari 2015, tercatat ada 49 kasus curas di Surabaya.

Aksi pembegalan yang kembali terjadi mengindikasikan bahwa proses penegakan hukum pidana dalam kasus tersebut belum begitu efektif. Dengan kata lain, pemberian pidana terhadap para pembegal yang telah diadili tidak menyiutkan nyali pembegal-pembegal lainnya untuk beraksi.

Sebagai bagian dari mekanisme penegakan hukum pidana, maka pemberian pidana (pemidanaan) tidak lain merupakan suatu proses kebijakan yang sengaja direncanakan secara bertahap. Artinya, pemberian pidana itu untuk benar-benar dapat terwujud direncanakan melalui beberapa tahapan. (Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010:91)

Barda Nawawi Arief menyebutkan, ada tiga tahapan dalam suatu proses kebijakan pemidanaan itu. Pertama, tahapan menetapkan pidana oleh pembuat undang-undang. Kedua, tahapan pemberian pidana oleh badan yang berwenang. Ketiga, tahapan pelaksanaan pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang (Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010: 91).

Pada tahapan yang pertama dapat pula disebut sebagai kebijakan kriminalisasi yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. Dalam penetapan perbuatan apa yang dapat dipidana dan apa sanksinya, hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari tujuannya untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat untuk mencapai kesejahteraan.

Untuk kejahatan seperti begal, tahapan pertama itu sudah terlewati dengan adanya Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal tersebut merumuskan tindak pidana pencurian dengan kekerasan beserta dengan sanksi pidananya mulai sembilan tahun hingga hukuman mati.

Tahapan yang kedua, pemberian pidana itu harus diberikan oleh badan yang berwenang. Alurnya dimulai dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan terakhir vonis oleh Hakim.

Di tahapan tersebut disinyalir yang membuat proses kebijakan pemidanaan itu tak membuahkan hasil yang berkeadilan. Beberapa fakta selama ini menampilkan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan tuntutan yang begitu ringan terhadap pelaku kejahatan jalanan. Tuntutan yang ringan itu pun diamini oleh Hakim dengan menjatuhkan vonis yang ringan juga. (Metropolis, 7 Oktober 2014)

Bukan berarti vonis berat itu dapat menyelesaikan masalah. Tapi, korban yang harus merelakan hartanya dirampok oleh pembegal hingga ada sebagian yang meregang nyawa tak mendapatkan bentuk keadilan yang semestinya.

Dalam tahapan yang kedua ini, aparat penegak hukum seyogyanya mengakomodir kebutuhan masyarakat akan keamanan dan kenyamanan dengan memperhatikan rumusan sebagaimana dalam Pasal 365 KUHP. Sehingga, aksi pembegalan dan pembakaran terhadap pembegal tak kembali lagi terulang seperti halnya di Tangerang Selatan.

Tahapan terakhir dalam proses kebijakan pemidanaan adalah pelaksanaan pidana oleh lembaga eksekutif. Pada tahapan inilah tujuan pemidanaan itu akan dapat dilihat sudah efektif atau belum.

Idealnya, para terpidana kejahatan jalanan itu mendapatkan pembinaan oleh lembaga pemasyarakatan. Sehingga, mereka akan dapat kembali menjadi manusia normal dan bisa diterima oleh masyarakat. Dengan kata lain, para terpidana itu tak akan mengulangi kembali kejahatan yang pernah ia lakukan sebelumnya.

Jika melihat fakta-fakta terkait kasus pembegalan dalam prespektif proses kebijakan pemidanaan, maka ada tahapan yang belum efektif dilakukan, yakni pada tahapan pemberian dan pelaksanaan pemidanaan. Hal ini mengisyaratkan bahwa ada sebuah kegagalan dalam kebijakan pemidanaan yang selama ini telah berjalan. Oleh karena itulah, sinergisitas tiga tahapan tersebut adalah sebuah keniscayaan.

Harapannya ke depan, sinergisitas antara tahapan demi tahapan dalam proses kebijakan pemidanaan dapat segera diwujudkan. Sehingga, tidak akan ada lagi nyawa yang melayang atau tumpahan darah yang sia-sia akibat perbuatan sadis penjahat jalanan. Semoga.

-

Terbit di Harian Suara Madura, 18 Maret 2015.

21 komentar

  1. Saya sangat setuju apabila harapan kedepannya, di indonesia khususnya harus terjadi sinergitas antar tahapan, sehingga tidak ada lagi tumpahan darah akibat kejahatan jalanan yaitu begal. Lalu bagaimana sinergitas itu bisa terwujud dengan baik dan hukum di indonesia akan menjadi hukum yang seadil adilnya?, menurut saya yang pertama dan ini adalah tahapan pertama yaitu kita kembalikan ke lembaga legislatif yaitu DPR dan pemerintah, mengapa demikian, karena mereka lah yang membuat hukum tertinggi di negara indonesia yaitu undang undang, jika lembaga legislatif dapat membuat hukum yaitu undang undang dengan baik dan seadil adilnya, contohnya begal, hukuman apabila terjadi tindak kriminal begal maka pelaku begal akan dijatuhi hukuman yang seberat beratnya sesuai dengan undang undang yang sudah dibuat oleh lembaga legislatif, maka dari itu lembaga legislatif harus profesional sehingga menghasilkan hukum yang efektif nantinya.
    Untuk tahap kedua, yaitu ketika lembaga legislatif sudah menciptakan undang undang yang efektif dan seadil adilnya sehingga akan membuat jera pelaku begal, maka selanjutnya akan dilakukan proses hukum oleh lembaga yang berwenang sehingga nantinya proses hukum bisa berjalan dengan baik.
    Dan tahapan yang ketiga , haruslah ada keikutserta an lembaga eksekutif sehingga bisa memantau lagi dan mengevaluasi apakah hukum sudah berjalan dengan baik ataukah perlu mengavaluasi kembali, sehingga Nantinya hukum di indonesia benar benar menjadi hukum yang seadil adilnya sehingga tidak ada yang dirugikan salah satu pihak
    Nama : Moch Ichwan kurniawan
    Nim. : 931109718
    Kelas:B (hukum acara pidana)

    BalasHapus
  2. Saya setuju dengan adanya tahapan dalam suatu proses kebijakan pemidanaan Kasus Begal
    Dalam proses tahapan pertama sangatlah bagus karna sudah ditetepkan oleh lembaga legislatif yang terterah dalam Kitab undang undang hukum pidana
    Tapi dalam tahapan yang kedua ini yang sering tidak sesuai dengan kitab Undang-Undang hukum pidana dalam proses penegakan hukuman kepada si pelaku tindakan pidana mungkin masih dilindungi oleh hak asasi manusia HAM
    Maka dengan ini harus adanya evaluasi untuk pelaksana proses pengadilan yang sesuai dengan kitab Undang-undang hukum pidana agar bisa menjerahkan dan mengecilkan nyalinya dalam melakukan kejahatan dimasyarakat
    Karna yang saya lihat keadilan di Indonesia ini masih tumpul bukan tajam maka dari itu banyak orang tidak puas dengan keputusan hakim untuk mencari keadilan yang sebenarnya.
    Nama : Sulton Muzadi
    Nim : 931114218
    Kelas : A Hukum Acara Pidana

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Saya sangat setuju, apabila di indonesia sangat perlu adanya sinergitas yang baik dalam upaya menegakkan hukum.
    Walaupun memang sampai saat ini hukun sering kali tidak sesuai dengan keadilan dari hukum itu sendiri.
    Sama halnya dalam kasus diatas, banyak sekali kasus dimana ada seseorang yang menyelamatkan diri dari begal dan melindungi dirinya sehingga begal nya pun meninggal walaupun tidak sengaja, tapi sering kali yang bersalah justru yang menyelamatkan diri, hal ini membuat hukum seoalah olah tidak bisa menjadi hukum itu sendiri yaitu menciptakan keadilan.
    Untuk itu agar hukum di indonesia semakin baik dan menghasilkan keadilan bagi seluruh rakyat indonesia, maka perlulah yang namanya sinergitas, dari pembuat hukum, pelaksana hukum, dan yang mengawasi hukum harus ada sinergitas yang baik.

    Nama : Nita Nanda Sari
    Nim : 931102418
    Kelas : A (Hukum Acara pidana )

    BalasHapus
  6. Semenjak mewabahnya Covid-19 di seluruh negara termasuk di Indonesia ini, juga membawa dampak buruk bagi perekonomian masyarakat. Dengan adanya anjuran pemerintah yang menyeru masyarakat untuk melakukan social distancing dan berdiam diri dirumah maka segala aktivitas diluar rumah menjadi terbatasi. Hal ini dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 ini. Disisi lain pekerjaan masyarakat umumnya bersentuhan dengan dunia luar dan saling berinteraksi satu sama lain. Bagi masyarakat yang pekerjaannya bisa dialihkan dirumah, hal ini tidak berdampak cukup banyak layaknya para pekerja yang bekerjanya harus diluar rumah seperti para pekerja lapas yang mengeluhkan sejumlah proyeknya dibatalkan akibat pandemi ini. Akibatnya masyarakat kebingungan dalam menyelesaikan problem mereka mengenai masalah perekonomian sehingga menghalalkan segala cara demi untuk mendapatkan uang. Bantuan pemerintah yang hanya janji belaka sampai saat ini, membuat seseorang nekad termasuk melakukan aksi pembegalan. Tidak dapat dipungkiri bahwa aksi pembegalan merupakan suatu kejahatan yang melibatkan kekerasan, namun sebaiknya pemerintah juga jeli mengenai keterbukaannya termasuk dalam keperluan pangan masyarakat yang minim akibat tidak diperbolehkannya bekerja diluar rumah. Jadi bukan hanya hukum yang secara khusus mengatur tentang pemidanaan kasus pembegalan yang diperhatikan, tetapi lebih teliti lagi mengenai latar belakang mereka melakukan pembegalan tersebut.
    Nama : Shafira Candra Dewi
    NIM : 931101618
    Kelas : A

    BalasHapus
  7. Saya Sangat Setuju dengan Harapan Kedepannya Dari sinergisitas kebijakan Pemidanaan dapat Segera Diwujudkan. Akan Tetapi apakah Hukuman Seperti Itu Mempunyai Efek Jera Yg Maxsimal ? Tentu tidak Memang Kita Tau Sistem Di Indonesia ini juga banyak Menganut agama Muslim yg banyak sekali Tetapi Bagaimana cara Kita mnyadarkan pelaku" dari begal tersebut sampai Korban merenggut nyawa . Disitu Bapak Masih Menulis artikel kejadian Di surbaya Kalau diluar seperti kalimantan dan Sumatra Itu sangat Banyak smpai" si korban Itu Entah di bawa mana Bagian bagian Tubuh Atau Kata asingnya Di potong. Di tahapan terakhir bapak Juga menulis Kejahatan Pembinaan oleh lembaga kemasyarakatan, Dalam Pembinaaan Kenapa Muncul" persoalan Yg lebih? dan Sesuai berjalannya waktu banyak persoalan" Muncul secara tiba" ? . Seprti Contoh kasus Korupsi atau Judi atau Pidana Yg Lain. Apakah bisa di stop? . Semoga Kedepannya Di indonesia Semakin Baik lagi dalam menghasilkan Suatu Putusan atau keadilan memang Betul keadilan Itu di tngan Allah Kalau Manusia Memang susah untuk menyimbangkannya, Jika Ada Uang Pasti ada Plus minus nya yang ekonomi kebawa Itu yg makin terpuruk. Dan Disini maka perlulah Sinergritas dari Hukum Itu sendri

    Nama : Dewi Khanifah
    NIM : 931104218
    Kelas: A (Hukum Acara Pidana)

    BalasHapus
  8. Saya Sangat Setuju dengan Harapan Kedepannya Dari sinergisitas kebijakan Pemidanaan dapat Segera Diwujudkan. Akan Tetapi apakah Hukuman Seperti Itu Mempunyai Efek Jera Yg Maxsimal ? Tentu tidak Memang Kita Tau Sistem Di Indonesia ini juga banyak Menganut agama Muslim yg banyak sekali Tetapi Bagaimana cara Kita mnyadarkan pelaku" dari begal tersebut sampai Korban merenggut nyawa . Disitu Bapak Masih Menulis artikel kejadian Di surbaya Kalau diluar seperti kalimantan dan Sumatra Itu sangat Banyak smpai" si korban Itu Entah di bawa mana Bagian bagian Tubuh Atau Kata asingnya Di potong. Di tahapan terakhir bapak Juga menulis Kejahatan Pembinaan oleh lembaga kemasyarakatan, Dalam Pembinaaan Kenapa Muncul" persoalan Yg lebih? dan Sesuai berjalannya waktu banyak persoalan" Muncul secara tiba" ? . Seprti Contoh kasus Korupsi atau Judi atau Pidana Yg Lain. Apakah bisa di stop? . Semoga Kedepannya Di indonesia Semakin Baik lagi dalam menghasilkan Suatu Putusan atau keadilan memang Betul keadilan Itu di tngan Allah Kalau Manusia Memang susah untuk menyimbangkannya, Jika Ada Uang Pasti ada Plus minus nya yang ekonomi kebawa Itu yg makin terpuruk. Dan Disini maka perlulah Sinergritas dari Hukum Itu sendri

    Nama : Dewi Khanifah
    NIM : 931104218
    Kelas: A (Hukum Acara Pidana)

    BalasHapus
  9. Setelah membaca artikel di atas, menurut saya selain sinergisitas antara tahapan demi tahapan dalam proses kebijakan pemidanaan, ada hal prinsip yang seharusnya perlu dilakukan dalam dunia peradilan, khususnya di Indonesia, yakni revolusi mental pada semua pelaku peradilan.

    Karena kalau dilihat dari ketiga tahapan proses pemidanaan yang berlaku, yaitu perundang-undangan, pemberian pidana, dan pelaksanaannya sudah diatur dengan sedemikian rupa untuk mewujudkan keadilan bagi semua pihak.

    Namun sayangnya, dalam praktek di semua tingkatan peradilan tersebut sering terjadi adanya penyimpangan peraturan, atau istilahnya hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah, alias hukum bisa dibeli oleh orang berduit.

    Dari permasalahan prinsip terkait mental penegak keadilan inilah menurut saya yang menjadi sumber permasalahan dari amburadulnya peradilan di Indonesia, sehingga bagi para jutawan, termasuk orang yang berprofesi sebagai penjahat seperti begal, ketika ada yang tertangkap hanya merasa bahwa dirinya sedang bernasib sial atau naas.

    Setelah menjalani proses pemidanaan yang telah dibelinya, biasanya mereka akan kembali melakukan perbuatan serupa. Tentunya dengan harapan tidak ketiban sial kembali pada aksi berikutnya.

    Selain itu, menurut saya dalam Pasal 365 KUHP tentang tindak pidana pencurian dengan kekerasan, sebenarnya mempunyai kelemahan, karena dalam pasal tersebut hanya mengatur tentang ancaman hukuman maksimal, tanpa ada ancaman hukuman minimalnya. Sehinga pada proses pemidanaan mudah untuk dipermainkan dengan memberikan hukuman ringan.

    Sedangkan pada pelaksanaan pemidanaan, sebagaimana Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, sebenarnya juga sudah diatur sedemikian rupa agar setiap warga binaan atau narapidana tidak akan mengulangi lagi perbuatannya dan kembali menjadi manusia sewajarnya. Namun disini juga sering dijumpai adanya penyimpangan dari yang semestinya dilakukan.
    Peran lembaga pemasyarakatan sebenarnya bukan hanya semata-mata untuk memberikan hukuman supaya pelakunya jera, namun juga menjadi tempat untuk melakukan pembinaan kepada semua penghuninya.
    Sebagaimana Pasal 2 UU RI No. 12 Tahun 1995, diuraikan bahwa “sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.”
    Begitu pula pada Pasal 3, disebutkan bahwa ”sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyrakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.”
    Maka dari itu menurut saya, hal prinsip yang perlu dilakukan dalam mewujudkan peradilan yang adil bagi semua pihak adalah dengan melakukan revolusi mental sebagaimana yang diprogramkan oleh Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo.

    Nama : Churriyatus Salaamah
    NIM : 931110318
    Kelas : B (Hukum Acara Pidana)

    BalasHapus
  10. Saya sangat setuju jika diindonesia perlu adanya tahapan dalam suatu proses kebijakan penegakan hukum.
    Tahap yang pertama kita tetaplah menjadi kewenangan lembaga legeslatif, DPR dan Pemerintah karena mereka adalah pembuat hukum tertinggi di Indonesia yaitu Undang - Undang. Untuk kejahatan yang disebutkan diatas, yaitu begal sudah tertera dalam Pasal 365 dalam Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP).
    Tahap yang kedua ini pemberian pidana dilakukan oleh lembaga yang berwenang. Jika dalam pemidanaan tersebut belum mempunyai efek jera pada si pelaku, tetapi korban yang harus merelakan hartanya dirampok oleh pembegal hingga ada sebagian yang meregang nyawa. Ini yang sangat perlu diperhatikan oleh lembaga kewenangan untuk dapat mberikan keadilan yang semestinya.
    Tahap yang terakhir ini harus adanya evaluasi lembaga eksekutif untuk lebih memerhatikan keadilan bagi rakyatnya seperti yang sudah tercantum dalam pancaila sila ke 3 yaitu kedalilan bagi seluruh rakyat indonesia.
    Yang saya lihat dalam proses mengadili masih belum merata atau korban masih merasa dirugikan, Disini sinegritas sangat perlu bagi hukum itu sendiri.

    Nama : Ira Zulfa Safitri
    NIM : 931111718
    Kelas : Hukum Acara Perdata (B)

    BalasHapus
  11. Untuk mewujudkan sinergisitas diantara tahapan demi tahapan tersebut perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak.

    Jika kita lihat dari awal atau sebabnya, pembegalan tersebut terjadi mungkin karena faktor ekonomi dimana si pelaku tidak memiliki pekerjaan sehingga terpaksa harus membegal. Kita tidak bisa jika hanya menyalahkan penegak hukum saja, namun kita sebagai masyarakat biasa juga memiliki peranan penting terhadap si pelaku pembegal. Apabila kita mampu memberikan lapangan pekerjaan pastilah kita mampu sedikit menekan angka kriminalitas disekitar kita.

    Terkait dengan tahapan terakhir yakni tahap pemberian dan pelaksanaan pemidanaan yang dinilai kurang efektif. Menurut saya hal ini terjadi karena kurangnya pantauan dan evaluasi dari para penegak hukum. Apakah hukum yang diterapkan sudah berjalan dengan baik dan memberikan efek jera kepada pelaku, sehingga dapat memberikan pandangan untuk Hukum di Indonesia yang lebih baik lagi sehingga dapat memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

    Nama : Sinta Hubbatul Khoiriyah
    NIM : 931101918
    Kelas : Hukum Acara Pidana (A)

    BalasHapus
  12. Saya setuju sebab kejahatan pembegalan di indonesia saat ini sangat tinggi yang menyebabkan banyak kalangan merasa mendapatkan perlakuan tidak adil dari pihak berwajib yang seharusnya dapat memberikan perlakuan seadil-adilnya kepada kedua belah pihak yakni pembegal dan korban. Namun adanya hukuman yang tidak memberatkan pelaku kadang membuat keluarga dari korban geram terhadap aparat hukum. Selain dengan pembuatan undang undang yang di buat dengan seadil-adilnya masyarakat juga perlu ikut memantau keadaan sekitar agar kegiatan pembegalan juga tidak terjadi lagi.

    Nama : Alma Rizkia Putri
    Nim : 931104718
    Kelas : B

    BalasHapus
  13. Saya sangat setuju, karena seperti yang kita ketahui saat ini, dalam kenyataannya sinergisitas antara tahapan demi tahapan dalam proses kebijakan pemidanaan belum sepenuhnya berjalan dengan baik atau dapat dikatakan belum sepenuhnya terwujud. Banyak sekali pelaku-pelaku begal yang mendapatkan vonis yang tidak sesuai dengan apa yang telah diperbuat. Padahal apa yang dirugikan oleh korban juga tidaklah sedikit. Dengan kerugian bukan hanya dari materi, tetapi bisa berdampak kepada psikis korban atau dengan kata lain trauma bahkan takut untuk melanjutkan aktifitasnya.
    Tidak jarang pula begal yang sudah pernah dipidana dan telah dibebaskan, melakukan kejahatan lagi. Ini menunjukkan bahwa pelaku begal tidak sepenuhnya kapok dengan pidana yang telah dirasakan. Dan ini membuktikan bahwa ada ketidaksinergisitas dalam proses kebijakan pemidanaan di Indonesia. Dengan banyaknya peristiwa-peristiwa seperti berikut, harapannya tentu proses kebijakan pemidanaan di Indonesia harus menjadi perhatian, khususnya yang berwenang dalam tahapan kebijakan pemidanaan agar proses kebijakan pemnidanaan menjadi lebih baik lagi dan menjamin terciptanyq keamanan di Indonesia.
    Nama : Nurima Ika Yuli S.
    NIM : 931103118
    Kelas : B (Hukum Acara Pidana)

    BalasHapus
  14. Saya sangat setuju dengan kebijakan tersebut karna di negara kita marak yang namanya begal dan meresahkan masyarakat, dan harus di hukum dengan seadil adilnya, dan kebijakan pemidanaan di indonesia harus di pantau lagi sehingga dapat memberikan keadlian bagi seluruh masyarakat indonesia.
    Nama : Robby Arifianto
    Nim : 931110418
    Kelas : B (Hukum Acara Pidana)

    BalasHapus
  15. Saya sangat setuju dengan harapan kedepannya, yaitu adanya sinergisitas antara tahapan demi tahapan dalam proses kebijakan pemidanaan dapat segera diwujudkan.
    Dalam Pasal 364 KUHP sanksi yang diberikan menurut saya sudah tepat, yaitu hukuman 9 tahun hingga hukuman mati. Tentu itu karena setiap perbuatan seseorang harus dipertanggungjawabkan apalagi menyangkut nyawa orang lain itu harus dibayar mahal akibatnya.
    Tidak jarang aksi pembegalan mengorbankan nyawa seseorang/korbannya.
    Yang menjadi pertanyaan kenapa JPU memberikan tuntutan jauh di bawah ketetapan KUHP ? Jika tuntutan lebih ringan karena mempertimbangkan HAM, bagaimana dengan pelanggaran yang dilakukan pelaku terhadap HAM korbannya? Apa itu tidak bisa menjadi pertimbangan pula ?
    Saya berharap agar hukum di Indonesia dapat berjalan dengan semestinya dan menebarkan keadilan dan keamanan bagi masyarakatnya.

    Nama : Ayu Wardani Lutfi
    Nim : 931105118
    Kelas : Hukum Acara Pidana A

    BalasHapus
  16. Menurut pendapat saya, saya setuju dengan adanya tahapan-tahapan dalam proses kebijakan pemidanaan pada kasus pembegalan tersebut dapat terealisasikan. Akan tetapi, sebaiknya Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak semestinya untuk menjatuhkan vonis yang ringan kepada pelaku. Bahkan pelaku yang dijatuhi hukuman berat saja tidak merasa kapok, apalagi yang mendapat hukuman ringan. Sebaiknya JPU yang memberikan tuntutan, menjauhi hukuman yang semestinya dan setimpal dengan perbuatan pelaku. Karena si korban juga berhak mendapatkan keadilan yang layak.

    Nama:Fatma Zukhrotun Nisa'
    NIM:931110718
    Kelas:Hukum Acara Pidana "B"

    BalasHapus
  17. Menurut saya,saya setuju dengan adanya tahapan-tahapan dalam proses kebijakan pemidaan agar keadilan bisa terealisasikan Dan ditegakkan dengan seadil-adilnya.kita tahu bahwa hukum di indonesi dianggap tajam keatas tumpul kebawah orang Yang berada di kalangan atas bisa dengan mudahya lolos dari jeratan hukum sedangkan Yang berada dibawah seolah malah ditindas oleh hukum jadi sebaiknya memang pengadilan harus selektif Dan objektif lagi Yang bersalah harus dihukum sesuai kesalahannya apabila berat ya harus dihukum berat apabila ringan ya harus ringan jadi harus adil sesuai dengan kesalahan Yang diperbuat seperti begal ini kan sampai menghilangkan nyawa seseorang harusnya pelaku dihukum seberat-beratnya sesui dengan perbuatannya Dan membuat si pelaku itu jera Dan tidak akan mengulangi perbuatannya lagi baru itu Yang namanya adil dihukum sesuai dengan perbuatannya.


    Nama:maya kurniawati
    NIM :931103418
    Kelas:hukum acara pidana A

    BalasHapus
  18. Saya setuju dengan adanya tahapan dalam suatu proses kebijakan pemidanaan Kasus Begal diatas, karena yang kita ketahui begal yang sering terjadi merupakan dampak dari tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah. Mereka hanya berfikir tidak ada cara lain untuk mendapatkan uang selain merampok barang milik orang lain apalagi sampai menghilangkan nyawa si korban. Maka dari itu pelaku harus diberikan sanksi pidana yang seberat-beratnya agar mereka jera dan tidak akan mengulangi perbuatan tersebut.dan saya berharap hukum di Indonesia dapat berjalan sesuai prosedur yang ada dan tidak memihak satu sama lain untuk mendapatkan keadilan bagi para korban.

    Nama: Mifa Dwi Indri Utami
    Nim :931106618
    Kelas: hukum acara pidana A

    BalasHapus
  19. saya sangat setuju dengan adanya proses kebijakan pemidanaan agar segera tercegah aksi kejahatan seperti pembegalan yang semakin meningkat dengan menggunakan sarana yang ada, selain itu patroli dan pengamanan pada titik-titik rawan pembegalan hendaknya segera diperketat keamanannya oleh pihak kepolisian.

    Nama: Grefena Hesti Falah
    Nim: 931113518
    Kelas: B

    BalasHapus
  20. Setuju dengan kebijakan tersebut karna sangat diharapkan bahwa pelaku pembegalan dihukum dengan seadil-adilnya dan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, supaya kejadian pembegalan tersebut tidak meresahkan masyarakat. Sangat diharapkan kepada apatrat kepolisian dan penegak hukum untuk slalu menjaga keamanan terhadap masyarakat di Indonesia dan upaya dalam mencegah dan mengurangi terjadinya kasus pembegalan.

    Nama: Zalfa Fadlila Urohma
    Nim : 931105018
    Kelas: A

    BalasHapus
  21. Saya rasa memang perlu adanya sinergisitas antar tahapan dalam proses kebijakan pemidanaan, dengan harapan terciptanya sebuah keadilan. Namun sayangnya dalam praktik Jaksa memberikan vonis yang tidak seharusnya, bahkan tidak sesuai dengan ketentuan KUHPerdata. Ironisnya alasan Jaksa memberikan vonis yang tidak memberatkan adalah karena mempertimbangan Hak Asasi Manusia, sedangkan apa yang diperbuat pelaku kepada korban tidak begitu dipertimbangkan. Kemudian, ketika pelaku sudah mendapatkan hukuman yang ditetapkan, seharusnya lembaga pembinaan pemasyarakatan juga memberi pelatihan skill mereka, misalnya membuat kerajinan, menjahit, atau bahkan pelatihan-pelatihan skill yang lain, dengan tujuan nantinya ketika sudah keluar dari penjara mereka bisa mengembangkan apa yang telah di dapatkan dalam lapas tersebut. Besar harapan sinergitas antar tahapan ini dapat berjalan seperti seharusnya dan seadil-adilnya.

    Nama : Alin Imanial Chusna
    Keas : HKI B
    NIM : 931110818

    BalasHapus