Korupsi sesungguhnya merupakan turunan atau hasil mutant dari berbagai kejahatan, seperti pencurian, perampokan, dan penyalahgunaan kekuasaan serta kepercayaan masyarakat (Eggi Sudjana, 2008: 1). Boleh jadi juga barangkali korupsi usianya setua budaya manusia dan dipraktikkan di seluruh penjuru dunia (Yesmil Anwar, 2004: 122).
Bila korupsi merupakan suatu penyakit ganas, maka obat yang luar biasa mujarab sangat diperlukan. Jangan lagi pemberantasan korupsi hanya sebatas niatan penghiburan bagi masyarakat atau sebuah upaya strategis memasang katup pengaman agar masyarakat tidak bergejolak dan masih percaya pada keseriusan pemerintah untuk memberantas korupsi (Yesmil Anwar, 2004: 120). Atas hal tersebut, bisa kita teladani bagaimana negara-negara lain memberantas penyakit ganas yang bernama korupsi ini, misalnya Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
RRT, melalui pemimpinnya saat itu, Zu Rongji, telah berhasil menjalankan program antikorupsi. Program antikorupsi itu diwujudkan dengan memberikan pidana mati bagi pelaku korupsi (koruptor). Alhasil, dua tahun ia menjabat Perdana Menteri, sudah sekitar 500 orang yang telah dihukum mati. Sejak saat itulah, RRT terkenal sebagai negara yang tidak main-main dalam hal pemberantasan korupsi.
Pidana Mati bagi Koruptor di Indonesia
Di Indonesia, koruptor dapat dijatuhi pidana mati ketika perbuatan itu dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku atau pada waktu terjadi bencana alam nasional. Hal tersebut tercantum pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Korupsi). Artinya, penjatuhan pidana bagi koruptor di Indonesia sungguh sangat bersyarat.
Mengenai penjatuhan pidana mati sebagaimana tersebut di atas, penulis menyadari bahwa hal tersebut bukan merupakan jalan satu-satunya untuk memberikan efek jera kepada koruptor. Apalagi kemudian melihat kondisi peradilan di Indonesia yang masih belum berkualitas dan independen. Dikhawatirkan, bisa saja terjadi kesalahan menghukum mati koruptor.
Di Indonesia, para hakim bekerja dalam situasi yang tidak kondusif untuk mengembangkan sikap judicial discretion, yakni sikap imparsial dan independen dalam memutus perkara (Franz H. Winarta, 2009: 340). Dengan keadaan demikan, kemungkinan pidana mati yang dijatuhkan kepada koruptor merupakan hasil intervensi suatu pihak tertentu yang menginginkan agar kasus itu tidak meluas ke mana-mana. Sulit dibayangkan kesalahan menghukum untuk diperbaiki karena terhukum sudah dihukum mati akibat dari peradilan yang masih belum berkualitas dan independen.
Optimalisasi Pidana Tambahan
Pidana mati memang belum relevan untuk dipraktikan di Indonesia dalam kondisi seperti saat ini. Namun demikian, bukan berarti pemberantasan korupsi secara represif berhenti.
Idealnya memang upaya pemberantasan korupsi itu harus mensinergisitaskan antara pencegahan dan penegakan hukum pidana yang bersifat represif. Artinya, tidak bisa dipilih satu di antara dua upaya itu.
Barda Nawawi Arief mengemukakan, kebijakan penal tetap diperlukan dalam penanggulangan kejahatan, karena hukum pidana merupakan salah satu sarana kebijakan sosial untuk menyalurkan pencelaan sosial yang sekaligus juga diharapkan menjadi sarana perlindungan sosial (Barda Nawawi Arief, 2014: 182).
Upaya penegakan hukum pidana yang relevan untuk ditegakkan saat ini adalah mengoptimalkan pidana tambahan bagi koruptor. Pasal 18 ayat (1) UU Korupsi telah mengatur hal tersebut. Selain itu, UU Korupsi juga masih mengakui eksistensi pidana tambahan yang sebelumnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), misalnya pencabutan hak-hak tertentu.
Dampak dari pelaksanaan pidana tambahan bukan saja dapat menjerakan koruptor untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi, namun juga sebagai upaya mengembalikan kerugian negara. Dalam hal ini, kerugian negara yang dimaksud juga merupakan kerugian masyarakat, karena dana yang ada pada negara merupakan hasil penghimpunan dana-dana dari masyarakat.
Optimalisasi pidana tambahan dapat dilakukan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek, aparat penegak hukum secara sinergis dapat membuat suatu kebijakan yang berorientasi pada optimalisasi pidana tambahan, misalnya seperti Mahkamah Agung yang mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti dalam Tindak Pidana Korupsi. Pada sisi ini juga, keberanian jaksa penuntut umum untuk menuntut dan ketegasan hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan adalah nilai positif sebagai upaya optimalisasi pidana tambahan bagi koruptor dalam jangka pendek.
Terkait upaya jangka pendek tersebut, perlu kiranya kita dapat melihat putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin. Dengan keberaniannya, majelis hakim menambah vonis pidana penjara selama 13 tahun, yang sebelumnya hanya 8 tahun. Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan, yakni mencabut hak politik terdakwa serta menyita seluruh asetnya yang mencapai Rp 250 miliar.
Sementara itu, untuk jangka panjang ke depan, reformulasi aturan tentang pidana tambahan adalah suatu keniscayaan. Legislatif bersama-sama dengan eksekutif harus mampu membuat sebuah kebijakan hukum pidana yang berorientasi pada pengembalian kerugian negara, selain kemudian membuat jera koruptor.
Sudah saatnya hukum pidana Indonesia berorientasi pada kepentingan korban, yakni kepentingan masyarakat untuk dapat hidup sejahtera. Pemidanaan yang hanya berorientasi pada pelaku, hanya akan membuat korban kejahatan kehilangan martabat kemanusiaannya.
Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekadar suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian perbandingan korupsi antarnegara, Indonesia selalu menempati posisi paling rendah. Keadaan ini bisa menyebabkan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin ditingkatkan oleh pihak yang berwenang.
BalasHapusMenurut Pasal 17 UU Pemberantasan Tipikor, selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14, terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. Pidana tambahan yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor:
pasal di atas dapat diketahui bahwa perampasan aset atau harta koruptor dan uang pengganti keduanya merupakan pidana tambahan. Jadi, bisa saja aset koruptor tersebut disita oleh negara.
Jika terpidana kasus korupsi tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut [Pasal 18 ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor].
(Habibatus Sholihah,931116819,hukum pidana C)
Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekadar suatu kebiasaan, sehingga dengan adanya penambahan hukuman bagi koruptor itu merupakan perlakukan yang setimpal dengan ada yang dia lakukan, baik itu hukuman tambahan berupa perampasan aset atau harta koruptor ataupu pemberhentian jabatan yang dia pegang, dari pada hukum mati.Dikarenakan dengan melihat kondisi peradilan di Indonesia yang masih belum berkualitas dan independen maka hukum mati terhadap koruptor tidak di lakukan. (Ikrima Imroatul A, 931114319, Hukum Pidana B)
BalasHapusKorupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan masyarakat serta negara, mereka dengan tidak tahu dirinya mengambil hak masyarakat. Akan tetapi hukuman yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan apa yang telah mereka lakukan bahkan mereka mendapatkan fasilitas di penjara. Hal itu sungguh berbanding terbalik dengan hukuman yang didapatkan oleh rakyat biasa jika mereka melakukan kejahatan. Oleh sebab itu menurut saya hukuman tambahan merupakan salah satu cara efektif untuk menekan praktek korupsi daripada hukuman mati kenapa? Karena dengan hukuman tambahan misal tambahan hukuman penjara tanpa ada fasilitas yang mewah,pengembalian seluruh dana yang dipakai,disita seluruh aset berharga, dan dicabut jabatan sehingga membuat keluarganya tidak memiliki apapun lagi, bahkan keluarganya bisa mendapatkan sanksi sosial berupa kecaman masyarakat. Hal itu lebih dapat membuat seseorang untuk berfikir 2 kali sebelum berbuat. Jika jatuhi hukuman mati akan membuat keluarga nya dendam serta bisa jadi yang di hukum mati tersebut bukanlah pelaku yang sebenarnya.(Lutfi Nurrohmi,931105419,D)
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMelihat perkembangan saat ini, memang kasus korupsi di indonesia tiap tahun tidak berkurang jumlahnya melainkan selalu bertambah, beregenerasi, berevolusi seiring dengan perkembangan peradaban. Menurut saya kasus korupsi itu seperti lirik lagu gugur satu tumbuh seribu dalam artian kasus korupsi di negeri ini tidak ada habisnya untuk di bahas dan seolah olah telah menjadi budaya bangsa khususnya bagi orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan wewenang tinggi maka untuk itu pemerintah harus menemukan solusi yang tepat untuk mengurangi koruptor di negeri ini salah satu cara seperti melakukan optimalisasi pidana tambahan untuk koruptor dan pengembalian semua aset negara yang telah diambil, ini bisa menjadi senjata ampuh yang dimiliki pemerintah daripada pidana hukuman mati karena menurut saya hukuman mati itu tidak berperikemanusiaan. Dan hukuman mati itu tidak cocok dengan kondisi yang ada di negara kita. (Achmad Budiman, 931110319, C)
BalasHapusKorupsi adalah suatu kegiatan yang tidak baik (semua orang berfikir seperti itu) tetapi pada kenyataan kehidupan sehari-hari hal itu kadang di lakukan tanpa kesadaran maupun sadar juga biasanya di awali dengan korupsi kecil lalu mengatakan ini tidak apa-apa, ini tidak sebanding dengan orang-orang besar di kepemerintahan, Nah hal ini lah yang menyababkan korupsi itu susah di atasi karna kita menyepelekan sesuatu karna itu kecil, korupsi bagaikan ajang untuk berlomba-lomba siap yang lebih banyak melakukan korupsi. Dapat di katakan bahwa korupsi sudah menjadi budaya anak bangsa, lalu bagaimana mengatasi hal ini? Untuk mengatasi masalh ini sebenarnya menurut saya hukuman dalam peraturan perundang-undang yang mengatur akan hal ini sudah baik, akan tetapi secara pelaksanaannya ini yang perlu di perbaiki, dimana pelaksanaan hukum di negara indonesia menggunakan sistem tumpul keatas tajam kebawah, hal ini sudah lazim terjadi, utamanya dalam hal korupsi dimana seorang koruptor besar sekalipun mendapat hukuman tapi ia bagai tak menysal karna fasilitas serta kemudahan yang di dapat saat menhalani hukuman serta lama hukum yang di jatuhkan pastilah sudah dimodifikasi. Kenpa tidak di hukum mati saja, indonesia tidak bisa melakukan hal ini sebab negara kita ini untuk hal hukum-menghukum masilah jauh dari kata tertib dan adil, jadi pengoprasian hukuman seperti hukuman mati pastilah tidak akan berjalan dengan baik, sedangkan hukuman mati bersangkutan dengan nyawa. (Afifah Candra_931110619_C)
BalasHapusKorup adalah buruk, rusak. Artinya korup adalah suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya; dapat disogok (memakai kekuasannya untuk kepentingan pribadi).
BalasHapus(Auliya mariyatul khiftia_931113219_C)
Korupsi itu dapat diartikan busuk, kotor dan hal yang buruk. Terungkap sekarang alasan alm.gus Dur mengapa ia mengubah Dapartemen sosial (kini bernama Kementerian sosial) karena lembaga yang seharusnya melayani rakyat tapi malah korupsinya gede-gedean. Bahkan sampai hari ini, sehingga diibaratkan kata beliau, jika ingin menghancurkan lumbung tikus, bakar saja tikusnya sekaligus karena tikus nya sudah menguasai lumbung. (Siti Khofifah Indah Parawansah, 931109419,A)
BalasHapusPengertian korupsi berkembang dengan begitu banyak definisi. Hal ini disebabkan karena definisi korupsi dapat ditemui dalam berbagai perspektif, baik melalui arti kata secara harfiah, pendapat berbagai pakar, maupun berdasarkan legislasi yang mengaturnya. Secara internasional belum ada satu definisi yang menjadi satu-satunya acuan di seluruh dunia tentang apa yang dimaksud dengan korupsi. Pemberantasan korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi (melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang pengadilan) dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undnagan yang berlaku. Pemidanaan berbagai bentuk pemberian tidak hanya dibebankan kepada penerima, tetapi juga pada pemberi. Bagi pemberi, pemberian kepada pihak pegawai negeri dapat bertentangan dengan pasal-pasal yang diatur di dalam Undang-Undang 30 tahun 1999 jo Undang-Undang 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi khususnya pasal 5 ayat (1) dan pasal 13. (Siti Barokatul Fitriyah, 931101719, Hukum Pidana A)
BalasHapusKorupsi ini merupakan suatu penyakit kronis yang sudah menjamur di Indonesia sejak lama dan belum dapat di hilangkan secara progresif, meski sudah ada lembaga khusus untuk menangani masalah terkait korupsi ini. Namun hal tersebut tidak dapat dijadikan suatu jaminan untuk kedepannya tidak akan terjadi tindak korupsi lagi. Sehingga perlu diberlakukan suatu hukum khusus untuk tindak korupsi ini yang tidak hanya untuk mengancam tetapi juga yang memberi efek jera yang mendalam agar kedepannya nanti para pelaku korupsi semakin berkurang. (Indra Dwi Yusa Putra,931104219,Hukum Pidana A)
BalasHapusjika seandainya saja Indonesia bisa memberlakukan hukuman yang memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi, mungkin sekarang negara ini sudah aman dari korupsi. Hanya saja untuk menjatuhkan hukuman mati layaknya Republik Rakyat Tiongkok dirasa akan sangat sulit di wujudkan di negara Indonesia mengingat Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai HAM. Tapi , ada kalanya nilai HAM ini tidak diterapkan dalam penjatuhan pidana para koruptor mengingat mereka melakukan korupsi pun juga sudah merampas hak rakyat yang sama juga dengan sudah melanggar HAM rakyat.(Rosi Malinda,931110919,A)
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKorupsi di negara kita seolah sudah mendarah daging di masyarakat. Sebenarnya apa yang salah di negara kita karena semakin tahun semakin banyak bukan semakin berkurang. Perlu kita cari tahu sebenarnya tentang tambahan pidana memang sangat sangat dibutuhkan untuk para koruptor sebenarnya bukan tindak pidana saja akan tetapi bimbingan didalamnya mungkin harus ada supaya mereka jera dan mereka sadar. Karena jika mereka sekedar dihukum bukan tidak mungkin jika mereka keluar dari sel maka mereka akan melakukan perbuatan haram tersebut. Mohammad Dimas Shofiyulloh,931107919,C
BalasHapusDiupayakan pemberian pidana pencabutan hak tertentu kepada pelaku pemberi gratifikasi maupun suap diharpakan dapat untuk memberantas budaya-budaya koruptif yang sudah dianggap sebagai hal yang wajar yang dapat berdampak kepada keberlangsungan hidup bangsa ini. Membangun bangsa tentu harus dimulai dari masyrakatnya, dimana masyrakat harus memiliki budaya yang baik, budaya yang tidak baik haruslah dihilangkan.
BalasHapusMuhammad Lutvi Hakim (931109819)
Hukum pidana (B)
korupsi adalah suatu bentuk kejahatan. dimana oknum korupsi (koruptor) mengambil atau menggelapkan aset negara. dapat kita lihat beberapa tahun kebelakang samoaj sekarangpun masih banyak orang-orang dengan tenang melakukannya. dan masyarakat banyak yang mengetahui tentang siapa siapa yang melakukan korupsi. akan tetapi masyarakat bosen mendengar berita dikarenakan banyak koruptor yang dijatuhi sanksi tidak seimbang yang dilakukannya. ditambah lagi dengan hukuman penjara yang didalamnya banyak fasilitas seperti halnya dirumah biasa. sebaiknya penanganan kasus korupsi harus ditegaskan lagi dan hasil audit dari kpk harus disebarkan agar masyarakat peduli lagi dengan kasus koruptor. (mohammad najibur rijal 931107019)
BalasHapushukum pidana
Pada zaman yang sekarang ini, kata korupsi bukanlah suatu kalimat yang asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Korupsi sendiri ialah bentuk dari penyalahgunaan jabatan yang telah dipercayai oleh masyarakat untuk mencapai keuntungan secara pribadi ataupun perkelompok. Di Indonesia sendiri korupsi seakan-akan telah menjadi gaya hidup, apakah mereka tidak menyadari korupsi dapat menyebabkan rakyat semakin menderita? Atau pun mungkin saja para koruptor hati nuraninya sudah tertutup sehingga tetap saja mencuri uang rakyat. Karena banyaknya jumlah koruptor di Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih belum memahami akan kejujuran dan belum paham akan pentingnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (Akhmad Faisal, 931102429, D)
BalasHapusDengan adanya ketentuan tersebut maka seorang hakim juga wajib dalam putusannya untuk mencantumkan pidana pengganti untuk menghindari apabila uang pengganti tidak dapat dibayar seluruh atau sebagian. Pengoptimalisasian tambahan hukuman terhadap pelaku korupsi saya rasa langkah yang cukup baik, namun dalam realitasnya pelaku-pelaku koruptor yang masih berkeliaran juga punya strategi sendiri dalam mengamankan aksinya, sehingga masih banyak rakyat yang masih jauh dalam kata sejahtera.
BalasHapusMuhammad Misbahul Munir/931108019/B
Moh Fatkur Rochman (931114419) sudah bukan perbutaan yang asing agi korupsi di kalangan masyarakat indonesia. Bahkan indonesia termasuk negara paling korup di dunia. Korupsi tidak serta merta berada dikalangan para pejabat, namun korupsi bisa terdapat di mana mana,, upaya optimalisasi hukuman untuk pelaku korupsi sudah seharusnya ditingkatkan karena tindakan korupsi sudah bukan sesuatu yang bisa ditoleransi lagi. Karena mereka telah dengan sadar melakukan perbuatan melanggar hukum yang diluar batas.
BalasHapusSanksi pidana yang diberikan kepada pelaku korupsi berupa hukuman penjara tampaknya belum memberikan efek jera. Dicantumkannya sanksi minimum dan maksimum, serta denda yang cukup berat sebenarnya sudah memperlihatkan kesungguhan untuk mencegah/memberantas tindak pidana korupsi. Akan tetapi model yang dinilai tepat untuk memberikan kejeraan kepada pelaku korupsi adalah dengan menjatuhkan sanksi berupa pemidanaan dan juga tindakan.(Yuli Maulidiyah,931116019,A)
BalasHapus