Banyak orang masih menganggap bahwa advokasi merupakan kerja-kerja pembelaan hukum yang dilakukan oleh advokat dan hanya merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan praktik beracara di pengadilan (litigasi). Pandangan ini kemudian melahirkan pengertian yang sempit terhadap apa yang disebut sebagai advokasi. Seolah-olah, advokasi merupakan urusan sekaligus monopoli dari organisasi yang berkaitan dengan ilmu dan praktik hukum semata.[1]
Pandangan semacam itu bukan selamanya keliru, tetapi juga tidak sepenuhnya benar. Mungkin pengertian advokasi menjadi sempit karena pengaruh yang cukup kuat dari padanan kata advokasi dalam bahasa Belanda, yaitu “advocaat”, yang tak lain memang berarti pengacara hukum atau pembela. Namun, kalau kita mau mengacu pada kata “advocate” dalam pengertian bahasa Inggris, maka pengertian advokasi akan menjadi lebih luas, yaitu berasal dari kata “to advocate”, yang artinya membela.[2]
Masih dalam pengertian dalam bahasa Inggris, menurut Edi Suharto, advokasi juga berarti to promote (mengemukakan atau memajukan), to create (menciptakan), dan to change (melakukan perubahan).[3] Dalam konteks pemberdayaan orang miskin, misalnya, advokasi tidak hanya berarti membela atau mendampingi orang miskin, melainkan pula bersama-sama dengan mereka melakukan upaya-upaya perubahan sosial secara sistematis dan strategis.[4]
Berbicara pengertian advokasi, sebenarnya tidak ada definisi yang baku. Pengertian advokasi selalu berubah-ubah sepanjang waktu tergantung pada keadaan, kekuasaan, dan politik pada suatu kawasan tertentu.[5] Pengertian advokasi juga sangat beragam tergantung dari siapa yang melakukan advokasi dan perspektif yang digunakan. Namun demikian, terdapat benang merah yang sama dalam tujuannya: mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik dengan cara-cara yang demokratis.[6]
Menurut Mansour Faqih, advokasi adalah usaha sistematis dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara bertahap-maju (incremental). Sementara itu, menurut Sheila Espine-Villaluz, advokasi diartikan sebagai aksi strategis dan terpadu yang dilakukan perorangan dan kelompok untuk memasukkan suatu masalah (isu) ke dalam agenda kebijakan, mendorong para pembuat kebijakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, dan membangun basis dukungan atas kebijakan publik yang diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut.[7]
Advokasi dapat diartikan sebagai upaya pendekatan terhadap orang lain yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan. Oleh karena itu, yang menjadi sasaran advokasi adalah para pemimpin atau pengambil kebijakan (policy makers) atau pembuat keputusan (decision makers), baik di institusi pemerintah maupun swasta.[8]
Advokasi juga dapat diartikan sebagai “pembelaan” terhadap permasalahan yang dikarenakan struktur diskriminatif dari produk hukum atau kebijakan para elit.[9] Dalam advokasi antikekerasan terhadap perempuan, misalnya, memerlukan pemaknaan yang lebih luas, yaitu advokasi yang tidak saja bisa menjangkau persoalan mendasar, tetapi juga dapat menjadi bagian dari proses pemulihan. Advokasi ini tidak saja meliputi penanganan sebelum dan selama proses, namun juga meliputi pasca advokasi.[10]
Kerja-kerja advokasi merupakan seni. Meskipun definisinya sangat bervariasi. Pada umumnya bahasa dan konsep-konsepnya hampir sama. Oleh karena itu, advokasi seringkali disebut sebagai kegiatan yang dapat berlangsung dalam waktu lama maupun singkat, sehingga masa waktunya tidak dapat ditentukan. Mengingat advokasi merupakan pekerjaan bernuansa seni, maka daya kreativitas dan kecerdasan penggerak (fasilitator) mutlak sangat dibutuhkan.[11] Perlu diperhatikan juga, berhasil atau tidaknya advokasi tergantung dari cara kita menentukan rumusan masalah dan strategi advokasinya.[12]
Akhirnya, advokasi merupakan upaya-upaya dari, atau atas nama, individu-individu maupun kelompok yang diperlakukan secara tidak adil untuk mempengaruhi keputusan-keputusan dan perilaku masyarakat yang memiliki kekuasaan untuk menghentikan ketidakadilan tersebut. Advokasi, secara luas, mengacu pada: (1) serangkaian tindakan yang diarahkan kepada perubahan kebijakan, sikap, atau program dari berbagai jenis lembaga, pemerintah, maupun swasta; (2) menempatkan suatu masalah ke dalam agenda, memberikan jalan keluar bagi masalah tersebut, dan membangun dukungan bagi tindakan untuk memecahkan masalah tersebut; dan (3) bekerja bersama dengan orang dan organisasi lain untuk membuat perubahan.[13]
Advokasi yang bijak mengarah pada perubahan yang berkelanjutan. Kadang-kadang para aktivis untuk sementara waktu mengalihkan sumber daya keuangan dan perhatiannya kepada isu tertentu berkaitan dengan suatu masalah, namun ketika dukungan finansial dan kepentingannya menurun, situasinya hampir selalu kembali seperti semula. Perubahan sosial yang sejati biasanya butuh waktu: sikap lama tak dapat diubah dalam semalam. Advokasi yang berhasil membutuhkan komitmen yang tetap dalam waktu lama.[14]
Merujuk pada bacaan awal di atas, dapat dikatakan, filosofi advokasi bersumber pada hak asasi manusia, yaitu bahwa setiap manusia di dunia memiliki hak fundamental sebagai anugerah Tuhan. Hak tersebut melekat pada diri manusia dengan tidak memandang warna kulit, bahasa, agama, kepercayaan, etnis, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, dasar filosofi advokasi adalah bahwa setiap warga berhak memperoleh perlindungan dari negara seperti hak mendapatkan pendidikan, perlindungan hukum, meyakini sebuah agama, mendapatkan pekerjaan, penghidupan yang layak, hak memilih dan lain-lain. Hal-hal itu secara tegas disebutkan dalam konstitusi negara kita. Advokasi dilakukan sebagai upaya memenuhi hak-hak seseorang atau sekelompok orang yang merasa belum mendapatkan hak-haknya.[15]
-
Disampaikan dalam “Pelatihan Advokasi Dasar 2022” yang diselenggarakan oleh yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Advokasi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri pada Jumat, 27 Mei 2022.
Tidak ada komentar
Posting Komentar