Kondisi perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Pasalnya, sepanjang 2015, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) melansir, kekerasan terhadap pekerja rumah tangga mencapai 376 kasus. Menurut Koordinator Jala PRT, Lita Anggraini, tingginya angka kekerasan tersebut disebabkan lemahnya perlindungan hukum bagi mereka.
Pada faktanya, hingga saat ini, belum ada kebijakan formulasi dalam bentuk undang-undang yang secara khusus melindungi PRT. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) masih “gagap” dalam mengakomodasi eksistensi PRT. Dengan kata lain, UU Ketenagakerjaan tidak mampu memberikan perlindungan hukum bagi PRT.
Perjuangan dalam mendorong adanya sebuah kebijakan formulasi untuk memberikan perlindungan hukum bagi PRT telah diupayakan sejak lama. Tepat di 2004 yang lalu, Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan terhadap PRT (RUU Perlindungan PRT) sebenarnya telah diajukan kepada DPR, namun sampai saat ini belum berbuah manis.
Pada perkembangannya kini, RUU Perlindungan PRT kembali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019 DPR RI. Namun, lagi-lagi, masih belum ada tanda-tanda RUU tersebut akan segera disahkan.
Selain itu, ada sebuah konvensi yang sampai saat ini juga belum diratifikasi menjadi sebuah undang-undang, yakni Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak PRT. Pada hakikatnya, konvensi ini merupakan formulasi untuk memberikan perlindungan bagi PRT di seluruh dunia dan menjadi landasan untuk memberi pengakuan dan menjamin PRT mendapatkan kondisi kerja layak sebagaimana pekerja di sektor lain.
Secercah harapan mulai nampak ketika pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan PRT pada 18 Januari 2015 yang lalu. Produk ini menyiratkan negara telah hadir. Namun demikian, kehadiran Permenaker tersebut lagi-lagi belum mampu memberikan perlindungan bagi PRT secara hakiki.
Menurut Nur Hidayati, Permenaker tersebut merupakan sebuah terobosan hukum untuk melindungi keberadaan PRT di Indonesia. Namun, kebijakan eksekutif tersebut tidak memerinci hak-hak sebagai pekerja, seperti standarisasi upah, pengaturan jam kerja, hak untuk cuti, dan lain sebagainya (Nur Hidayati, 2014: 215).
Dari runtutan fakta yang menyuguhkan ketiadaan kebijakan formulasi mengenai perlindungan terhadap PRT, maka akan semakin membuka potensi bagi bentuk-bentuk eksploitasi terhadap mereka. Atas kenyataan itu, tentu saja menimbulkan derita fisik dan psikis. Harkat dan martabat PRT sebagai manusia ditiadakan begitu saja. Keberadaannya dianggap sama dengan ketidakberadaannya (Rachmat Syafa’at, 1998: 45).
Di sisi yang lain, kehadiran lembaga-lembaga yang dapat memberikan layanan penanganan kasus terhadap PRT belum terdokumentasikan dan terinformasikan dengan baik. Kenyataan ini juga yang kemudian membuat layanan penanganan kasus PRT menjadi terhambat.
Rencana Aksi ke Depan
Perlindungan terhadap eksistensi PRT di Indonesia yang diwujudkan dalam bentuk undang-undang adalah suatu keniscayaan. Oleh karena itu, kebijakan formulasi mengenai perlindungan terhadap PRT dapat dijadikan sebagai salah satu agenda dalam rencana aksi ke depan, yakni mengawal dan mendorong disahkannya RUU PRT menjadi undang-undang serta mendesak negara untuk segera meratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang Perlindungan PRT.
Pengawalan terhadap pengesahan dua konsep aturan di atas idealnya dapat dilakukan jika masyarakat dan organisasi-organisasi yang peduli terhadap perlindungan PRT bekerja bersama-sama dan bersama-sama bekerja. Dua entitas ini harus menguatkan diri satu sama lain dan kemudian bersinergis, misalnya dengan membentuk pusat-pusat pelayanan untuk melakukan pengorganisasian hingga dapat juga menggagas serikat pekerja khusus PRT.
Kekuatan yang sudah mulai tersatukan dan tersinergis dapat dialokasikan untuk melakukan advokasi. Tawarannya, ada dua advokasi yang dapat dilakukan. Pertama, advokasi melalui riset. Hasil riset yang dilakukan dapat dijadikan semacam policy brief yang akan memberikan masukan kepada negara mengenai apa yang seharusnya dilakukan.
Policy brief tersebut dapat juga mendorong daerah-daerah untuk lebih responsif dalam memberikan perlindungan kepada PRT melalui pembuatan peraturan daerah (perda). Walaupun aturan hukum di atasnya belum juga ada, tapi daerah mempunyai kewenangan untuk itu. Sebagai contoh, telah adanya perda-perda tentang larangan minuman beralkohol di daerah, di mana RUU-nya kini juga masih belum disahkan.
Kedua, adalah advokasi melalui penanganan kasus, baik secara litigasi maupun nonlitigasi. Bila pilihan penyelesaiannya adalah litigasi, maka bukan sembarang litigasi yang dilakukan. Tawarannya adalah litigasi strategis, yakni penyelesaian kasus melalui sidang di pengadilan dengan mengoptimalkan “amunisi” yang lain, misalnya melibatkan peran media massa dan menjadi atau menyiapkan aktor sebagai amicus curae (sahabat pengadilan) ketika persidangan sedang digelar.
-
Terbit di Harian Bhirawa, 25 Januari 2016. Klik di sini.
Kondisi perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia sudah sangat memperhatikan, dimana sejak tahun 2015 jaringan nasional advokasi pekerja rumah tangga (jala PRT) melansir, telah terjadi kekerasan terhadap PRT mencapai 376. Untuk mengatasi terjadi hal-hal semacam itu maka hal yang harus dilakukan adalah adanya sebuah penerbitan peraturan menteri tenaga kerja (permenaker) Nomor 2 tahun 2015 tentang perlindungan PRT pada 18 Januari 2015 lalu. Diharapkan dengan adanya permenaker bisa menjadi perlindungan bagi PRT, akan tetapi pada nyata kehadiran permenaker lagi-lagi belum bisa memberikan perlindungan. Padahal para PRT sangat membutuhkan perlindungan tersebut. Dimana pada fakta yang ada menyuguhkan ketidakan kebijakan formulasi mengenai perlindungan PRT serta kehadiran lembaga-lembaga yang dapat memberikan layanan penanganan kasus terhadap PRT belum terdokumentasi dan belum terinformasikan dengan baik. Sehingga membuat penangganan kasus PRT menjadi terlambat. Supaya penanganan kasus PRT bisa teratasi dengan baik maka kita bisa melakukan advokasi, dimana advokasi disini ada 2, yaitu advokasi secara riset dan advokasi melalui penangganan kasus.
BalasHapusNama: Iva Nikmatul Khusna
BalasHapusKelas: C ( Advokasi )
Nim: 931108518
Nama: Iva Nikmatul Khusna
BalasHapusKelas: C ( Advokasi )
Nim: 931108518
Kondisi perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia sudah sangat memperhatikan, dimana sejak tahun 2015 jaringan nasional advokasi pekerja rumah tangga (jala PRT) melansir, telah terjadi kekerasan terhadap PRT mencapai 376. Untuk mengatasi terjadi hal-hal semacam itu maka hal yang harus dilakukan adalah adanya sebuah penerbitan peraturan menteri tenaga kerja (permenaker) Nomor 2 tahun 2015 tentang perlindungan PRT pada 18 Januari 2015 lalu. Diharapkan dengan adanya permenaker bisa menjadi perlindungan bagi PRT, akan tetapi pada nyata kehadiran permenaker lagi-lagi belum bisa memberikan perlindungan. Padahal para PRT sangat membutuhkan perlindungan tersebut. Dimana pada fakta yang ada menyuguhkan ketidakan kebijakan formulasi mengenai perlindungan PRT serta kehadiran lembaga-lembaga yang dapat memberikan layanan penanganan kasus terhadap PRT belum terdokumentasi dan belum terinformasikan dengan baik. Sehingga membuat penangganan kasus PRT menjadi terlambat. Supaya penanganan kasus PRT bisa teratasi dengan baik maka kita bisa melakukan advokasi, dimana advokasi disini ada 2, yaitu advokasi secara riset dan advokasi melalui penangganan kasus.
Kondisi perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia sudah sangat memperhatikan, dimana sejak tahun 2015 jaringan nasional advokasi pekerja rumah tangga (jala PRT) melansir, telah terjadi kekerasan terhadap PRT mencapai 376. Untuk mengatasi terjadi hal-hal semacam itu maka hal yang harus dilakukan adalah adanya sebuah penerbitan peraturan menteri tenaga kerja (permenaker) Nomor 2 tahun 2015 tentang perlindungan PRT pada 18 Januari 2015 lalu. Diharapkan dengan adanya permenaker bisa menjadi perlindungan bagi PRT, akan tetapi pada nyata kehadiran permenaker lagi-lagi belum bisa memberikan perlindungan. Padahal para PRT sangat membutuhkan perlindungan tersebut. Dimana pada fakta yang ada menyuguhkan ketidakan kebijakan formulasi mengenai perlindungan PRT serta kehadiran lembaga-lembaga yang dapat memberikan layanan penanganan kasus terhadap PRT belum terdokumentasi dan belum terinformasikan dengan baik. Sehingga membuat penangganan kasus PRT menjadi terlambat. Supaya penanganan kasus PRT bisa teratasi dengan baik maka kita bisa melakukan advokasi, dimana advokasi disini ada 2, yaitu advokasi secara riset dan advokasi melalui penangganan kasus.
BalasHapusNama: Iva Nikmatul Khusna
Kelas: C ( Advokasi )
Nim: 931108518
Terimakasih pak artikel-Nya buat Nambah wawasan dan ilmu.
BalasHapusAlhamdulillah. Semoga bermanfaat ya, Mas.
HapusNama : Ayu Nisaul Fitriyah
BalasHapusNIM : 931100318
Kelas : C (Advokasi)
Pengajuan RUU tentang perlindungan PRT dengan tidak diresponnya oleh DPR RI, membuat masyarakat atau warga indonesia kesal. Kami sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) sering mengalami kekerasan fisik maupun batin. Apa karena kami hanya orang biasa yang bisa direndahkan dan tidak pernah dihiraukan kepada yang berwenang. Dalam rencana aksi kedepan bisa dijadikan peluang bagi pekerja rumah tangga untuk memperjuangkan jasanya, apabila tidak ada kami apa bisa kalian mengerjakan sendiri. Dengan bantuan adanya advokasi ini semoga bisa membantu mencurahkan kesedihan dan perasaan yang dialami sebagai pekerja rumah tangga.
Nama : Moch Ichwan Kurniawan
BalasHapusNim : 931109718
Kelas: C
Saya sangat setuju apabila harus adanya perlindungan hukum dalam hal ini undang -undang khususnya, terhadap pekerja rumah tangga, kita tahu bahwa banyak sekali kekerasan bahkan pelecehan yang menimpa pekerja rumah tangga, bahkan tidak hanya itu, sering kali sebagai pekerja rumah tangga mendapatkan perlakuan yang tidak senonoh oleh majikannya, alih" Mendapatkan perlakuan yang baik, namun banyak sekali prt yang justru merasakan sebaliknya, kesejahteraan bagi nya mungkin hanya angan" Saja, karena faktanya, bnyak sekali kasus yang berkenaan dengan PRT, apalagi dengan tidak adanya perlindungan hukum yang kuat yaitu Undang-undang.
Meskipun sudah ada peraturan dari mentri, namun hal itu tidaklah cukup untuk menjadi perlindungan didepan hukum oleh PRT, harusnya sebagai dewan perwakilan rakyat, para anggota DPR khususnya, harus lebih mengetahui apa saja yang dibutuhkan oleh rakyat, khususnya Terkait dengan perlindungan hukum, agar masyarakat percaya bahwa hukum di Indonesia memang hukum yang seadil adilnya, tidak berat sebelah, maupun tumpang tindih, sekian terimakasih
Nama: Ulil Mufidatul Ummah
BalasHapusNim: 931113718
Kelas: Advokasi C
Peraturan tentang perlindungan PRT menurut saya memamg harus ada, karena meraka sebagai pekerja juga mempunyai hak atas jaminan perindungan dan juga jaminan sosial yang harus diwujudkan dengan adanya UU khusus yang mengatur tentang perlindungan ART, dimana seperti yang kita lihat banyak kasus-kasus ART dengan majikan yang terjadi.
dan tentunya hal tersebut memerlukan payung hukum agar kasus yang terjadi bisa terselesaikan dengan seadil-adilnya. Dan hak-hak jaminan sosial juga bisa didapatkan oleh prt, mengingat PRT sendiri disini juga mempunyai hak itu Sebagai seorang pekerja
Eksistensi perlindungan hukum terhadap PRT memang dianggap kurang efektif dan proposional dalam segi hak asasi manusia maupun harkat dan martabat PRT. Memang kurangnya edukasi dan close minded untuk menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya payung hukum terlebih terhadap eksploitasi dan pelanggaran HAM, salah satu upaya kuat selain untuk pengajuan RUU tersebut diperlukan yg lebih optimal dan signifikan untuk menyerukan akan pentingnya keadilan sesama manusia. (Salsabila Annisa Rohmah, 931114918, B)
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusLutfi Masruroh
BalasHapus931110518
Kelas C
disini, advokasi sendiri merupakan suatu tindakan yang ditujukan untuk mengubah suatu kebijakan, kedudukan, atas program dari suatu institusi. Dan pada blog ini mengenai Urgensi dan Strategi Advokasi bagi PRT (Pekerja Rumah Tangga) disini dipaparkan bahwasanya bpada faktanya pada tahun 2015, tercatat kekerasan dalam rumah tangga mencapai 376 kasus. Tingginya angka kekerasan tersebut disebabkan karena lemahnya suatu perlindungan hukum, maka dari itu strateginya kekuatan perlindungan hukum harus lebih ditingkankan agar terjadi suatu perubahan yang lebih baik seperti pada contohnya dengan melakukan advokasi atau melakukan suatu tindakan untuk mengubah kebijakan dengan caar mewujudkan suatu Undang Undang khususnya tentang Pekerja Rumah Tangga misal terperincinya upah dalam PRT, pengaturan jam kerja, ataupun hak untuk cuti, dan program program lainnya menyangkut PRT. Maka dalam penerapannya susunann strategi yang dijalankan juga harus sesuai pada prinsip dan nilai nilai, yaitu dengan prinsip yang demokratif, partisipatif, berorientasi pada pemberdayaan serta anti kekerasan. Secara nilai nilai harus terukur, spesifik, dan mampu dicapai, serta kerangka waktu. Dan maka dari itu, urgensi dari advokasi sendiri sangat dibutuhkan sebab dalam penangannya akan terarah karena ada suatu perencanaan yang baik sesuai degan tujuan prinsip dan nilai nilai yang strategis. Serta posisinya advokasi disini juga sangat penting karena sistemnya yang terorganisir untuk mempengaruhi adanya suatu perubahan , jadi sebelumnya suatu keadaan dari yabg tidak atau kurang baik menjadi lebih baik.
Mengapa RUU tentang Perlindungan PRT belum disah-sahkan? DPR dan pejabat tinggi tidak begitu responsif dengan pengajuan untuk disahkannya RUU tentang Perlindungan PRT ini. Padahal RUU tentang Perlindungan PRT ini seharusnya menjadi sorotan terdepan oleh para pejabat tinggi karena banyak hal merugikan dan yang dialami oleh PRT. Banyak PRT yang mengalami kasus-kasus ketidakadilan seperti diskriminasi, kekerasan,bahkan pelecehan yang dialami PRT. Oleh karena itu, seharusnya dengan adanya RUU ini bisa melindungi hak-hak PRT. Karena itu, sangat penting adanya payung hukum untuk mengadili hak-hak PRT yang di rampas dan tidak di hargai dengan seadil-adilnya. (Ilya Syafa'atun Ni'mah, 931113318, C).
BalasHapusNama : Roekatul Jannah
BalasHapusNIM: 931100518
Kelas: Advokasi C
Peraturan tentang perlindungan PRT menurut saya memang seharusnya ada, karena mereka berhak atas penghormatan dan perlindungan terkait dengan kebebasan berserikat, penghapusan semua bentuk kerja paksa, dan penghapusan diskriminasi berkenaan dengan pekerjaan dan jabatan. Saat ini banyak sekalai PRT yg mendapatkan kekerasan fisik, perlakuan yg tdk baik atau semena2 dn pelecehan. Dan seperti halnya PRT juga rentan sekali, di tuduh mencuri dan dikunci di dapur. Meskipun sudah ada peraturan dari menteri tapi itu tidak cukup untuk menjadi perlindungan didepan hukum oleh PRT. Seharusnya DPR tau apa yg di butuhkan rakyatnya supaya mereka merasakan kalau hukum di negara kita itu adil.
Nama: Suyatin Ningsih
BalasHapusNim: 931106818
Kelas: Advokasi C
Menurut saya, Faktor yang menghambat perlindungan hukum terhadap PRT antara lain adalah aspek yurudis meliputi adanya anggapan bahwa PRT bukannpekerja dan tempat kerja PRT berpotensi menimbulkan kekerasan. Oleh karena itu, diharapkan Aparat Penegak Hukum dapat mengoptimalakan peranya dalam memberukan perlindungan dan pelayanan terhadap Kasus PRT. Memang sangat di perlukan peraturan undang-undang yang mengatur secara khusus perlindungan hukum terhadap PRT dengan di buatnya UU tentang PRT. Yang berguna sebagai payung hukum dalam memberikan perlindungan hukum terhadap PRT, mengibgan kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap PRT sampai sekarang masih terus berulang.
Nama: Mifa Dwi Indri Utami
BalasHapusNim : 931106618
Kelas : Advokasi B
Lemahnya hukum undang-undang dan peraturan yang merujuk kepada PRT sangat lemah baik itu dari UU ketenagakerjaan maupun permenaker yang mana dapat menimbulkan dan membuka potensi bagi bentuk-bentuk eksploitasi terhadap mereka. Atas kenyataan itu, tentu saja menimbulkan derita fisik dan psikis. Harkat dan martabat PRT sebagai manusia ditiadakan begitu saja. Keberadaannya dianggap sama dengan ketidakberadaannya. Harapan kedepan semoga undang-undang atau peraturan yang merujuk pada PRT segera diindahkan oleh DPR agar masuk kedalam data RUU dan segera disahkan.
Pengesahan RUU PRT ini akan menjadi babak baru bagi sejarah di Indonesia sebab isi dari RUU ini sendiri adalah adanya penghapusan kekerasan dan diskriminasi di Indonesia. Pengakuan bagi PRT sebagai pekerja merupakan suatu hal yang bisa meminimalisir bahkan bisa menjadi pencegah terjadinya kekerasan dll, sebab menurut pendapat saya PRT sudah sangat berjasa dalam kerjanya. Selain itu adanya RUU PRT ini diharapkan mampu menjadi pelindung bagi hak-hak mereka yang selama ini terabaikan, sebab mereka juga termasuk pekerja bukan pembantu yang bisa diperlakukan seenaknya. (Nadya Khoiriyah, 931106718, B)
BalasHapusNama : Muhammad Khusnul Fahmi
BalasHapusNIM : 931108118
Kelas : C
Perspektif Hukum Perburuhan memandang lahirnya konvensi ini merupakan satu
bentuk respon dunia untuk menyatakan keseriusan dalam memberikan hak yang sama atas hak bekerja dan perlindungan kerja pada setiap orang termasuk PRT. Konvensi ini jelas akan mendukung tujuan utama diciptakannya Hukum Perburuhan, yaitu keadilan sosial, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia.
Nama : ulin ni'nah
BalasHapusNim : 931101318
Kelas : Advokasi A
Lemahnya perlindungan hukum terhadap PRT menjadikan terjadi adanya kekerasan terhadap mereka dan juga hingga saat ini, belum ada kebijakan formulasi dalam bentuk undang-undang yang secara khusus melindungi PRT. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) masih “gagap” dalam mengakomodasi eksistensi PRT. Dengan kata lain, UU Ketenagakerjaan tidak mampu memberikan perlindungan hukum bagi PRT sehingga PRT kadang selalu di perlakukan seenaknya dan tanpa perasaan oleh sang majikan. Padahal jika dilihat PRT sangatlah membantu meringankan beban majikan nya walaupun sebenarnya PRT dengan tujuan mencari uang, tapi setidaknya jangan di perlakukan semena² dan gargailah para PRT.
Nama : Ella Rahmania (931111818)
BalasHapusKelas : HKI 5B Advokasi
Menurut saya, mereka yang bekerja sebagai PRT rentan terhadap tindak eksploitasi, perbudakan modern, korban trafficking dan berbagai bentuk kekerasan lainnya. Bahkan dengan adanya Permenaker tentang Perlindungan PRT dirasa kurang atau belum bisa menjadi payung hukum untuk melindungi PRT sepenuhnya karena tidak mengatur hubungan kerja dan hak-hak PRT. Oleh karena itu, perlu dorongan kuat dari masyarakat agar DPR dan pemerintah tidak menutup mata dan segera membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan PRT sekaligus meratifikasi Konvensi ILO 189 sebelum para korban yang berjatuhan lagi akibat peningkatan yang signifikan dalam hal kekerasan terhadap PRT. Karena jika wakil rakyat tutup telinga, pemerintah tutup mata dan media tutup mulut, bukan tak mungkin PRT tutup usia.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusPerlindungan hukum untuk para Pekerja Rumah Tangga (PRT) bagi saya sangat diperlukan, dikarenakan sepanjang 2015 saja Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) melansir, kekerasan terhadap pekerja rumah tangga mencapai 376 kasus, dan tingginya angka kekerasan terhadap PRT tersebut dikarenakan lemahnya perlindungan hukum terhadap mereka. UU Nomor 13 Tahun 2003 juga tidak mampu memberikan perlindungan hukum terhadap PRT dikarenakan memang tidak termasuk dalam perlindungan hukum ketenagakerjaan. Dalam publikasi ILO dijelaskan bahwa Pekerja Rumah Tangga atau yang kerap kali disebut sebagai pembantu/asisten rumah tangga masuk ke dalam sektor ekonomi non-formal. Berbeda dengan para pekerja yang berada dalam sektor formal, seperti pekerja yang bekerja pada sektor-sektor industri yang dilindungi oleh UU Ketenagakerjaan. Dalam publikasi ILO juga dijelaskan bahwa, “Pemerintah menyatakan, majikan Pekerja Rumah Tangga bisa tergolong “pemberi kerja”, ia bukan badan usaha dan dengan demikian bukan “pengusaha” di dalam artian UU tersebut (UUK, ed.).” dan Hanya karena PRT dianggap tidak dipekerjakan oleh “pengusaha”, mereka tidak diberikan perlindungan yang diberikan oleh UUK terhadap pekerja lainnya. Beberapa peraturan yang bisa dikaitkan dengan pekerja domestik antara lain UU Ketenagakerjaan, UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) dan UU Perlindungan Anak. Sehingga keberadaan UU ini penting karena perlu ada UU yang lebih khusus mengatur pekerja domestik, dan Undang-undang yang ada masih terlalu umum. Hal tersebut tidak menunjukkan sebuah keadilan hukum bagi seluruh kalangan, oleh karena itu, diperlukan adanya sebuah advokasi untuk memperjuangkan dan memperoleh sebuah keadilan. (Alin Imanial Chusna, 931110818, Advokasi Kelas D)
BalasHapusNama:johantoro
BalasHapusKelas :advokasi B
Nim:931104315
PRT selama ini hanya melakukan pekerjaan untuk memenuhi unsur upah, perintah, pekerjaan yang artinya PRT berhak atas hak-hak normatif dan perlindungan sebagaimana yang di terima pekerja pada umum nya seperti hala nya yang di utarakan dalam konstitusi kita pasal.28D.UUD1945
1.setiap orang berhak atas pengakuan,jaminan,perlindungan,dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum
2.setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatakan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hukuman kerja
Undang- Undang mengenai Perlindungan PRT (Pekerja Rumah Tangga) harus di realisasikan agar tidak terjadi pelanggaran HAM terhadap Pekerja Rumah Tangga, kare seorang Pekerja Rumah Tangga juga manusia yang tetap harus di lindungu hak-hak nya.
BalasHapusNama: Mellynia Ayu Wandira
NIM : 931108818
Kelas: C
Dari dulu perlindungan hak selalu diabaikan haruskah pekerja melawan majikan demi melindungi hak asasi, saya sangat berharap upaya tersebut terlaksanakan.jika benar ruu tersebut terlaksana maka perlindungan tidak hanya berhenti di pekerja rumah tangga, melainkan hak kesemuaan dari manusia tidak menutup kemungkinan akan terselamatkan. Semoga perlindungan selalu berpihak pada mereka yang melakukan kebenaran. Amin
BalasHapusNama : Ahmad Nashirul Abdillah
Nim : 931111218
Kelas:A
Kondisi perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Pasalnya, sepanjang 2015, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga melansir, kekerasan terhadap pekerja rumah tangga mencapai 376 kasus.Rencana Aksi ke Depan, Perlindungan terhadap eksistensi PRT di Indonesia yang diwujudkan dalam bentuk undang-undang adalah suatu keniscayaan.
BalasHapusNama: Putri Chonela Renda Octavia
Nim : 931115718
Upaya penegakan hukum memang harus dilakukan, agar tercapainya negara yang aman,tentram dan makmur. terutama dalam perlindungan para pekerja rumah tangga (PRT). Saya sangat setuju dengan adanya RUU Perlindungan PRT, semoga saja cepat ter-realisasikan, agar bisa meminimalisir terjadinya tindak kejahatan yang dilakukan majikan kepada para perkerja rumah tangga (PRT).
BalasHapusNama : M.Misbakhul Munir
Nim : 931115618
Kelas : Advokasi-D